• UGM.AC.ID
  • Jama’ah Shalahuddin UGM
  • Rumah ZIS UGM
  • Perpus Baitul Hikmah
  • KB-TK Maskam UGM
  • Mardliyyah UGM
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Sejarah Masjid Kampus UGM
    • Manajemen Masjid
  • Kegiatan dan Layanan
    • Kegiatan dan Layanan
    • Fasilitas dan Gerai
    • Akad Nikah
    • Formulir Peminjaman Fasilitas
    • Prosesi Kembali Ke Islam
  • Artikel
    • Beranda Artikel
    • Ibadah dan Kajian Islam
    • Diskusi Paradigma Profetik
    • Sakinah Academy
    • Maskam Public Lecture
    • Ramadan Public Lecture
    • Berita dan Informasi Lain
    • Tulisan dan Khutbah
  • Donasi
  • Kontak
  • Beranda
  • Diskusi Paradigma Profetik
  • Perlu Ada Keberkahan Berkelanjutan Sebagai Investasi Hijau, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM: Kini Tidak Semua Hutan Berekosistem Hutan

Perlu Ada Keberkahan Berkelanjutan Sebagai Investasi Hijau, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM: Kini Tidak Semua Hutan Berekosistem Hutan

  • Diskusi Paradigma Profetik
  • 23 Oktober 2025, 10.24
  • Oleh: miftahulkhairatiramadhani
  • 0

Masjid Kampus UGM kembali mengadakan Webinar Integrasi Ilmu-Agama, melanjutkan seri Studi Lingkungan Hidup pada Rabu (22/10/2025) melalui Zoom Meeting serta ditayangkan secara langsung melalui kanal YouTube Masjid Kampus UGM. Webinar kali ini mengusung tema “Perargoforestrian dan Investasi Hijau dalam Islam: Dekolonisasi Scentific Foresty untuk Menangani Deforestasi Global” dibersamai oleh Prof. Priyono Suryanto, S.Hut., M.P., Ph.D. (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM) selaku pembicara.

Priyono mengawali paparan kajiannya dengan hal yang mendasari tema pembahasan kali ini. “Hampir semua memberikan satu tinjauan bahwa ada permasalahan global terkait dengan bumi ini,” jelasnya. Beliau menambahkan bahwa dalam peninjauan tersebut, ekonomi global yang ekstraktif itu bukan sekadar sistem produksi, melainkan struktur pengetahuan yang melanggengkan eksploitasi manusia atas alam sehingga diperlukan revolusi epistemik atau perubahan paradigma berpikir yang menuntun ilmu kembali pada nilai etik, spiritual, dan ekologis.

Dalam paparannya, Priyono menyajikan sebuah makna simbolik dalam Al-Qur’an Surah Yusuf ayat 43 mengenai tujuh sapi gemuk dan tujuh sapi kurus yang kemudian Nabi Yusuf menafsirkannya sebagai tanda akan datangnya tujuh tahun masa kemakmuran (panen berlimpah) dan tujuh tahun masa paceklik (krisis pangan). Beliau mengaitkan ini dengan konteks di Indonesia, “Yang dalam konteks ini, mungkin Indonesia menerjemahkan sebagai food estate.” “Sebagai contoh, dalam pembukaan area baru dari hutan menjadi kawasan food estate itu tidak ada upaya awal untuk menampung ekosistem awalnya,” tambah beliau.

Baca juga: Paparkan Prinsip-Prinsip Ekonomi Sirkular, Suci Lestari Yuana: Ini Tentang Hubungan Manusia dengan Alam

“Ada pertanian, ada perkebunan, ada perhutanan, maka sektor terbaru ini adalah peragroforestrian,” jelas Priyono. Beliau menyampaikan, “Ada sebuah warisan agung dari praktik perladangan berputar. Orang mengenalnya sebagai perladangan berpindah. Awalnya memang tebas dan bakar sehingga dipandang sebagai satu tindakan berladang yang merusak.” Namun, kalau dilihat secara keseluruhan, beliau menjelaskan bahwa orang Kalimantan menyebutnya sebagai perawas, tahapan dari sistem perladangan.

Priyono melanjutkan penjelasannya, “Ternyata Bawas Agung, lahan-lahan hutan tadi yang dibuka, tebas dan bakar itu, kemudian ditanami tanaman semusim dan lanjut diberokan sampai pada Bawas Agung, Bawas Agung itu miniaturnya sudah seperti hutan alam.” Lanjut, “Artinya, kalau perladangan berhutan ini dilihat secara utuh sebagai sebuah agroforest authentic Nusantara, maka praktik berladang itu ternyata mampu mereproduksi ekosistem hutan.”

Pada penghujung kajiannya, Priyono melihat kondisi masa kini yang mana hutan dan ekosistem hutan itu sudah berpisah dalam tata atur baku hutan. Hal ini berarti tidak semua hutan itu berekosistem hutan. Mengintegrasikan ilmu kehutanan dan Islam, beliau menyampaikan, “Dalam konteks alam ini rusak lagi, kita harus kembali ke bahwa ada nilai-nilai ukhuwah yang tidak hanya kelestarian hasil, tapi ada keberkahan yang berkelanjutan. Keberkahan berkelanjutan inilah sebenarnya aspek-aspek dari ekonomi hijau yang ditransformasi menjadi investasi hijau.” (Miftahul Khairati)

Tags: Kajian Jogja Kajian Kampus Jogja Kajian Maskam Jogja Masjid Kampus UGM Maskam Maskam UGM profetik

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Artikel Terbaru

  • Perlu Ada Keberkahan Berkelanjutan Sebagai Investasi Hijau, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM: Kini Tidak Semua Hutan Berekosistem Hutan
  • Fauzil Adhim: Banyak Orang Tua Sibuk Mengatur, Tapi Lupa Mendidik dengan Hati
  • Ketua PB PGRI: Anggaran Pendidikan 20% Tidak Efektif, Guru Selalu Jadi Kambing Hitam
  • Guru Besar FEB UGM: Pemerintah Memiliki Tanggung Jawab untuk Menyejahterakan Guru!
  • Wakil Ketua Umum ADAKSI: Kesejahteraan Dosen Diabaikan, Kampus Berubah Menjadi Pabrik Ijazah dan Riset Pesanan
Universitas Gadjah Mada

MASJID KAMPUS UGM

Jalan Tevesia 1 Bulaksumur, Caturtunggal, Depok,

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

Email: masjidkampus[@]ugm.ac.id

© Takmir Masjid Kampus UGM - Badan Pengelola Masjid UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY