Pemahaman mengenai tasawuf tidak dapat dilepaskan dari keberadaan manuskrip, baik itu manuskrip lama, klasik, tradisional, maupun modern. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Bidang Sastra Arab Modern Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM Prof. Sangidu, M.Hum. dalam ceramah tarawih Ramadan Public Lecture 1444 H pada Ahad (26/3). Ceramah yang berlangsung sekitar 30 menit ini mengangkat tema “Unsur-Unsur Keislaman Dalam Manuskrip Kuno sebagai Upaya Memahami Dimensi Tasawuf”.
Prof. Sangidu menjelaskan manuskrip yang baru-baru ini ia teliti, yakni manuskrip yang memuat istilah ‘nur Muhammad’. “Nur Muhammad itu berasal dari Nabi Muhammad, tetapi Nabi Muhammad bukan nur Muhammad. Nur Muhammad itu ada di wadah Nabi Muhammad, ruhnya itu. Sedangkan Nabi Muhammad sendiri diciptakan dari nurullah, cahaya Allah,” jelasnya.
Dalam pemaparannya disebutkan bahwa manusia diciptakan dari dua unsur, yakni unsur yang berupa badan (fisik) dan jiwa (ruh). “Seorang ibu yang mengandung janin pada umur 120 hari atau 4 bulan, Allah baru meniupkan [ruh]. Ruh yang ditiupkan itulah namanya nur Muhammad,” sebutnya.
Unsur jiwa inilah yang terbuat dari nur Muhammad yang mana letaknya terdapat di Bait al-Makmur. Dijelaskan bahwa Bait al-Makmur terletak di langit tingkat ketujuh di mana di dalamnya terdapat penduduk langit. Lebih lanjut, Sangidu menuturkan bahwasanya Bait al-Makmur berhadapan langsung dengan Ka’bah yang ada di Bumi.
Ia pun juga menjelaskan proses ditariknya nur Muhammad ketika seorang mukmin meninggal dunia. “Ruh ini ditarik [ketika meninggal] kalau ia menjadi insan kamil, menjadi orang-orang yang sholeh, maka akan ditarik dari tempat asalnya yang berasal dari Bait al-Makmur,” sebutnya.
Sementara itu, Prof. Sangidu juga mengatakan bahwa riset mengenai manuskrip yang memuat unsur keislaman seperti ini masih belum banyak dilakukan oleh para peneliti, terutama para peneliti muda. Padahal, menurutnya terdapat ribuan manuskrip yang sampai sekarang masih terabaikan. (Gembong Hanung/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Yahya Wijaya Pane)