• UGM.AC.ID
  • Jama’ah Shalahuddin UGM
  • Rumah ZIS UGM
  • Perpus Baitul Hikmah
  • KB-TK Maskam UGM
  • Mardliyyah UGM
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Sejarah Masjid Kampus UGM
    • Manajemen Masjid
  • Kegiatan dan Layanan
    • Kegiatan dan Layanan
    • Fasilitas dan Gerai
    • Formulir Peminjaman Fasilitas
    • Prosesi Kembali Ke Islam
  • Artikel
    • Beranda Artikel
    • Ibadah dan Kajian Islam
    • Diskusi Paradigma Profetik
    • Sakinah Academy
    • Maskam Public Lecture
    • Ramadan Public Lecture
    • Berita dan Informasi Lain
    • Tulisan dan Khutbah
  • Donasi
  • Kontak
  • Beranda
  • Ramadan Public Lecture
  • Dosen FISIPOL UGM Jelaskan Kemiskinan Struktural dalam Kebijakan Publik

Dosen FISIPOL UGM Jelaskan Kemiskinan Struktural dalam Kebijakan Publik

  • Ramadan Public Lecture
  • 25 Maret 2024, 09.07
  • Oleh: Masjid Kampus UGM
  • 0

Dalam Ramadhan Public Lecture yang dilaksanakan di Masjid Kampus UGM (22/3), dosen Departemen Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A. membahas peran kebijakan publik dalam mewujudkan sosial. Menurutnya, ada beberapa hal penting yang beliau soroti mengenai peran negara dan juga perumus kebijakan dalam mewujudkan keadilan sosial, di antaranya mengenai kemiskinan struktural.

Prof. Purwo mengatakan, pengentasan kemiskinan struktural sangat keras diwacanakan atau didiskusikan di ruang akademik kampus, tetapi tidak dimanifestasikan di dalam kebijakan publik terutama dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan. Menurutnya, wacana kemiskinan menurut asumsi pemerintah dan perumus kebijakan dianggap sebagai kelangkaan uang/kelangkaan barang, dan solusinya dengan diberikan bantuan. Bantuan tersebut, seperti bantuan sosial (bansos) dan bantuan langsung tunai (BLT), dinilainya merupakan cara negara untuk menghindar dari tanggung jawab untuk memikirkan kemiskinan yang sifatnya struktural.

“Kita memiliki kegelisahan akademik karena manifestasinya hanya dalam diskursus akademik, tetapi kalau pun ada dalam praktek kebijakan, ya kalau lah ada, kelihatannya samar-samar,” ungkapnya.

Prof. Purwo menambahkan, pengentasan kemiskinan tidak bisa dituntut, karena bukan menjadi janji pemerintah. Hal ini, menurutnya, disebabkan saat ini pemerintah membicarakan kemiskinan sebagai properti, yaitu watak dari individu, bukan watak relasi sosial. Oleh karena itu, ia mengatakan kalau kemiskinan struktural itu dibicarakan, maka dapat dikatakan kemiskinan itu produk dari struktur kehidupan, bermasyarakat, dan yang semisal.

Prof. Purwo mengatakan sejauh ini janji memberantas kemiskinan belum bisa menjadi janji negara untuk menjamin hak asasi warga negaranya. Ia membeberkan bahwa dari kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang sudah ada selama bertahun-tahun, capaian yang dihasilkan tidaklah seberapa, padahal anggaran yang digelontorkan tetap besar. Ia menilai, hal yang menyebabkan penanggulangan kemiskinan tidak menemukan jalan keluarnya karena wawasan strukturalis tidak diadopsi oleh pemerintah, sehingga tidak menerpa strukturnya.

Prof. Purwo juga memaparkan, pada bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk lebih banyak bersedekah, serta terdapat kewajiban zakat fitrah. Menurutnya, salah satu keutamaannya ialah supaya umat punya tanggung jawab untuk bisa mengatasi persoalan-persoalan yang sifatnya struktural. Hanya saja, ia menyebut bahwa dalam ajaran fikih, tanggung jawab yang dipahami umat hanya sebatas “membayarkan”.

Ia menjelaskan, sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu Baitul Mal mulai dilembagakan. Dengan demikian, seseorang tidak hanya diwajibkan atau diutamakan bertanggung jawab kepada kemiskinan orang lain, tetapi negara (dalam konteks ini) juga punya tanggung jawab mensejahterakan rakyatnya.

Prof. Purwo menilai, pembicaraan tentang kemiskinan yang sifatnya struktural di Indonesia belum dirumuskan sebagai strategi spesifik di dalam pengelolaan anggaran. Di sisi lain, ia juga menyoroti orang miskin yang “dimasukkan” di dalam anggaran di samping kebijakan pengentasan kemiskinan.

“Anggaran pemerintah itu disisihkan untuk orang miskin dan juga yang lainnya akan tetapi justru mungkin dari anggaran yang lainnya itu yang mengkondisikan orang miskin,” katanya.

Menurutnya, struktur yang menghasilkan orang miskin seakan “dipelihara”, sehingga negara memperlihatkan diri “bagi-bagi duit” tetapi pada saat yang bersamaan mempertahankan struktur yang menghasilkan ketidakadilan, menghasilkan keterpinggiran, dan lainnya. Hal itu menjadi biang keladi, sehingga para sosiolog mengatakan dengan apa yang disebut sebagai jebakan kemiskinan. Prof. Purwo menekankan, proses untuk keluar dari jebakan kemiskinan inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah. (Khirgi Rafimar Athifari/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)

Leave A Comment Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Artikel Terbaru

  • Guru Besar Filsafat UGM: AI dalam Kebijakan Publik Harus Berlandaskan Keadilan
  • Ketua Dewan Guru Besar UGM Ajak Raih Jiwa Muthmainnah Untuk Menjaga Bumi dan Semesta
  • Tenaga Ahli Kementan Jelaskan “Panca Krida Kedaulatan Pangan Nusantara” sebagai Jihad Pertanian
  • Wawan Mas’udi: Solidaritas Sosial sebagai Pondasi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
  • Mantan Wakil Ketua KPK: “Masih Ada Harapan” untuk Sistem Hukum Indonesia
Universitas Gadjah Mada

MASJID KAMPUS UGM

Jalan Tevesia 1 Bulaksumur, Caturtunggal, Depok,

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

Email: masjidkampus[@]ugm.ac.id

© Takmir Masjid Kampus UGM - Badan Pengelola Masjid UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju