Kurikulum adalah susunan komponen penting dalam pendidikan yang menjadi panduan dan acuan dalam melaksanakan pembelajaran baik pada tatanan satuan pendidikan maupun kelas. Rangkaian komponen dalam kurikulum pada akhirnya merupakan upaya perwujudan pencapaian tujuan pendidikan sesuai amanat UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, kurikulum sangat penting untuk dikelola dan diperhatikan secara berkala.
Dari zaman ke zaman, komposisi pendidikan terus berubah dan berkembang seiring dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, budaya, yang semakin maju. Oleh karena itu perubahan kurikulum menjadi sebuah keharusan yang perlu dilakukan. Di Indonesia sendiri dari masa kemerdekaan sudah mengenal adanya rencana pengajaran, Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), Kurikulum 84, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum 2013 hingga yang terbaru yang tengah menjadi isu adalah Kurikulum Merdeka.
Februari tahun ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan kurikulum terbarunya yakni Kurikulum Merdeka. Memiliki salah satu tujuan untuk menaikkan indeks pendidikan, Kurikulum Merdeka hadir dengan konsep berbasis proyek yang menyenangkan.
Kurikulum Merdeka yang diluncurkan pada 11 Februari 2022 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, diciptakan untuk memulihkan pembelajaran pascapandemi. Nadiem Makarim menekankan bahwa pentingnya penyederhanaan kurikulum dalam bentuk kondisi khusus.
“Penyederhanaan kurikulum ini efektif memitigasi ketertinggalan pembelajaran pada masa pandemi COVID-19,” ujar Nadiem Makarim saat peluncuran Merdeka Belajar Februari lalu.
Lantas, sudah efektifkah pengaplikasian Kurikulum Merdeka?
Survei Keberhasilan Kurikulum Merdeka
Indikator Politik Indonesia sebagai salah satu lembaga survei, mencoba menghimpun realita keberhasilan Kurikulum Merdeka. Dari hasil survei yang didapatkan, hasilnya menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka dinilai efektif dalam penerapannya.
“Beberapa program merupakan unggulan Kemendikbud Ristekdikti tampak dievaluasi positif terutama untuk yang mengetahui program tersebut, yaitu Asesmen Nasional, BOS Langsung ke sekolah PPDB Fleksibel, KIP Kuliah Merdeka, Hak Belajar Tiga Semester, dan program-program Kurikulum Merdeka dan Merdeka Mengajar,” kata peneliti senior Indikator Politik Indonesia Rizka Halida dalam konferensi pers Juni lalu.
Dari hasil survei yang dilakukan, terdapat total 82,1 persen responden yang menyatakan kurikulum Merdeka bermanfaat. Jumlah itu terbagi dalam 18,8 persen masyarakat menilai sangat bermanfaat dan 63,3 persen lainnya cukup bermanfaat. Sementara, hanya 4,5 persen masyarakat yang menilai kebijakan ini kurang bermanfaat, 0,4 persen menilai sangat tidak menjawab.
Sebagai informasi, Survei Indikator Politik Indonesia ini dilakukan melalui metode random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) kurang lebih 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Total ada 1.520 orang yang dijadikan sebagai sampel dalam survei tersebut. Peneliti menggunakan teknik wawancara tatap muka untuk mengumpulkan data. Di mana para narasumber tersebar di seluruh Indonesia dan berumur 17 tahun atau lebih ketika survei dilakukan.
Responden diklaim terdistribusi secara proporsional dan diwawancarai oleh pewawancara yang dinilai terlatih. Selain itu, survei juga diklaim telah melalui proses quality control terhadap hasil wawancara. Secara random, 20 persen responden dari keseluruhan didatangi ulang oleh supervisor untuk dilakukan pengecekan.
Realita Sesungguhnya Kurikulum Merdeka
Hingga kini beberapa sekolah sudah melaksanakan penerapan Kurikulum Merdeka. Namun, dalam perjalanannya ternyata tidak berjalan dengan maksimal. Pasalnya, beberapa stakeholder menyatakan pertanyaan, penolakan hingga kritik terhadap kurikulum ini. Misalnya saja dari DPR dan Majelis Pendidikan Kristen (MPK). Dari DPR, Pimpinan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) Kebijakan Kurikulum, Fikri Faqih, mengatakan “Komisi X DPR meminta Kemdikbud Ristek menyelesaikan penyusunan peta jalan pendidikan,”.
Sedangkan dari Majelis Pendidikan Kristen (MPK) setuju peta jalan menjadi prioritas dalam dunia pendidikan, sehingga tidak terkesan kurikulum selalu berganti seiring pergantian pemerintahan. “Perubahan kurikulum harusnya memperhatikan aspek yang lebih luas dan mendasar, yaitu tujuan pendidikan nasional yang futuristik dengan memperhatikan tantangan pendidikan jauh ke depan, bukan sekedar tantangan yang ada saat ini,” kata Ketua MPK, David Tjandra.
Selain DPR dan MPK, dari beberapa siswa yang sudah merasakan kurikulum ini juga menyatakan kritik mereka. Curhatan dari salah satu siswa dalam cuitannya di Twitter mengatakan, “sekolah penggerak, guru penggerak tp murid yg disuruh bergerak”. Cuitan itu juga mendapatkan puluhan balasan diantaranya menyatakan kesetujuan mereka, “merdeka belajar gak sih? Gatau benci aja sama kurikulum ini, ya benar emang enak, murid bebas belajar dimana aja, cuman guru2 jadi males ngajar terus tiba-tiba ulangan nilai anjlok & marah2. Yeee mending gweh lngsung kuliah dh” balas dari akun @studead.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Untuk membahas persoalan pendidikan di Indonesia, termasuk Kurikulum Merdeka, pada bulan Desember 2022 Masjid Kampus UGM akan kembali menyelenggarakan Masjid Kampus UGM Public Lecture (MPL). MPL yang bulan ini mengangkat tema “Reorientasi Politik Pendidikan Nasional Menuju Indonesia Maju: Kesejahteraan Guru, Infrastruktur, dan Tata Kelola” ini insyaallah akan diadakan pada Sabtu, 31 Desember 2022 mulai pukul 19.30 WIB melalui platform Zoom, serta disiarkan di kanal YouTube Masjid Kampus UGM.
MPL Desember 2022 akan menghadirkan sejumlah tokoh. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI Prof. Ir. Nizam, Ph.D. dijadwalkan akan menjadi keynote speaker pada acara ini. Sebagai narasumber ialah Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PGRI Dr. Jejen Musfah, Spesialis Pengembangan Program dan Kurikulum Sokola Institute Fadilla M. Apristawijaya, dan Dekan Fakultas Filsafat UGM Dr. Rr. Siti Murtiningsih.
Kegiatan ini terbuka untuk umum, dan setiap peserta yang hadir berkesempatan mendapat e-sertifikat secara gratis. Untuk dapat berinteraksi secara langsung dengan narasumber, calon peserta dapat mendaftarkan diri di s.id/MPLDES22.
(Penulis: Hanung Maura Wardhani, Yahya Wijaya Pane – Editor: Rama S. Pratama – Gambar Utama: MBUATENGAH NEWS/Wikimedia Commons)