Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum., menjadi pembicara dalam Ramadan Public Lecture (RPL) dengan tema “Realitas Sistem Hukum Indonesia: Masihkah Ada Harapan bagi Masa Depan Pemberantasan Korupsi?” pada Senin, 24 Maret 2025. Dalam kajiannya, beliau memaparkan tiga poin utama tentang sistem hukum Indonesia, disertai kritik dan harapan untuk perbaikan.
Pertama, Busyro mengutip QS Al Baqarah ayat 188 yang mengemukaan tentang larangan untuk mengambil harta orang lain secara batil (tidak sah) dan menggunakan harta tersebut untuk menyuap hakim demi keuntungan pribadi yang tidak benar. Sehubungan dengan ayat tersebut, Busyro menambahkan bahwa masih ada harapan bagi sistem hukum Indonesia “Di dalam Islam tidak boleh ada sikap putus asa. Bahkan harus terus berjuang apalagi memperjuangkan kebenaran, keadilan, keadaban, etika, moral, akhlak,” tekannya.
Busyro menekankan kepada jemaah bahwa sesungguhnya sistem hukum Indonesia sudah sangat ideal dan tidak ada yang perlu diubah-ubah. Hal ini sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Keempat alineanya memiliki bahasa yang indah dan konkret, yang telah disepakati untuk tidak diubah-ubah sejak awal pembuatannya. Beliau juga menegaskan untuk mempertahankan keempat alinea tersebut.
Kedua, Busyro memaparkan sejumlah bukti konkret mengenai Undang Undang yang bertentangan dengan 4 alinea pembukaan UUD 1945. Misalnya, UU Mineral dan Batubara yang baru saja direvisi, UU Cipta Kerja, UU ITE, UU revisi KPK, dan revisi UU TNI. Selain itu, keputusan hakim sebelumnya juga menunjukkan hal yang bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 tersebut. Beliau menyebutkan bahwa semua keputusan-keputusan yang dibuat sudah bagus. Hanya saja, satu keputusan terendah yang dikemukakan sebelumnya merupakan salah satu bentuk korupsi kepemimpinan.
Kemudian pada poin terakhir, Busyro memaparkan mengenai data yang menggambarkan bahwa KPK diteror dengan isu KPK di markas taliban. Busyro menyampaikan bahwa saat ini, proyek strategis nasional banyak menimbulkan mudarat atau kesengsaraan kepada masyarakat serta kualitas sumber daya alam. “Sistem hukum tidak didukung dengan organisasi penegak hukum yang jujur lewat tes yang terbuka dan profesional.” tambahnya.
Sebagai penutup, Dr. Busyro mengajak jemaah untuk beri’tikaf di akhir Ramadan, bukan hanya untuk mencari Lailatul Qadar, tetapi juga merefleksikan kondisi hukum Indonesia. Beliau mengkritik ilmuwan yang tidak membela kaum lemah, dengan menyitir istilah “Intellectual Prostitution” dari C. Castaneda. “Ilmuwan yang membela kebenaran adalah yang membela yang lemah: lemah ekonomi, politik, hukum, HAM, dan demokrasi,” tutupnya, sambil mengutip QS Ali Imran ayat 191. (Risma Aulia/Editor: Ismail Abdulmaajid/Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)