
Di era globalisasi yang penuh dengan ketidakpastian, tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia adalah bagaimana memastikan bahwa setiap individu memiliki keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Isu ini menjadi perhatian utama dalam Ramadan Public Lecture (RPL) di Masjid Kampus UGM pada Selasa, 11 Maret 2025. RPL kali ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Tatang Muttaqin, S.Sos., M.Ed., Ph.D.
Dalam ceramah bertema “Mengatasi Kesenjangan Keterampilan: Strategi Pemerintah untuk Meningkatkan Daya Saing SDM” itu, Tatang menjelaskan bahwa Indonesia tengah bersiap menyongsong Visi Indonesia Emas 2045 dengan harapan menjadi negara berpendapatan tinggi. Namun, pencapaian ini tidaklah mudah karena adanya volatilitas global, ketidakpastian geopolitik, serta tantangan internal seperti tingkat pengangguran yang masih mencapai 5,2%. Oleh karena itu, strategi peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan menjadi sangat krusial.

Salah satu permasalahan utama adalah kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja dengan kebutuhan industri. Banyak lulusan yang kesulitan mendapatkan pekerjaan bukan karena kurangnya kesempatan, tetapi karena kurangnya kompetensi yang sesuai dengan permintaan pasar kerja.
Hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa keyakinan terhadap manfaat belajar berpengaruh besar terhadap keberhasilan akademik. Di negara-negara maju, sekitar 70% siswa usia 15 tahun percaya bahwa belajar akan meningkatkan kecerdasan dan keterampilan mereka. Sebaliknya, di Indonesia hanya 35% yang memiliki keyakinan serupa.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak individu masih memiliki cara pandang yang kurang tepat mengenai qadha dan qadar. Sebagian besar merasa bahwa nasib mereka sudah ditentukan dan sulit diubah. Padahal, dalam Islam sendiri, perubahan hanya akan terjadi jika individu bersedia berusaha dan mengubah dirinya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Surat Ar-Ra’d ayat 11, bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Saat ini, 90% SD dibiayai pemerintah, sementara tingkat swasta lebih dominan pada jenjang SMP dan SMA. Sementara pada tingkat perguruan tinggi, dari sekitar 9 juta mahasiswa, hanya 1,4 juta yang dapat mengakses Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Berdasarkan data tersebut, Tatang menegaskan perlunya strategi untuk memperluas akses pendidikan berkualitas bagi lebih banyak orang. Selain itu, pemerataan pendidikan juga harus memperhatikan aspek fasilitas, tenaga pendidik, serta pemanfaatan teknologi sebagai alat bantu pembelajaran.
Selain kompetensi akademik dan keterampilan teknis, karakter individu juga menjadi faktor penentu keberhasilan. Pendidikan harus menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki ketahanan moral dan spiritual yang kuat. Karakter yang kokoh merupakan perpaduan antara iman, takwa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Meningkatkan daya saing manusia Indonesia memerlukan upaya komprehensif, mulai dari perubahan mindset, peningkatan kualitas pendidikan, hingga pemerataan akses bagi semua lapisan masyarakat. Harapan besar bahwa Indonesia dapat menjadi negara maju di tahun 2045 hanya bisa terwujud jika setiap individu berkomitmen untuk terus belajar, berkembang, dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa.
“Untuk adik-adik yang sedang studi di kampus UGM, manfaatkan kesempatan ini untuk betul-betul bisa belajar dengan optimal agar nantinya dapat berkontribusi tidak hanya untuk keluarga dan dirinya, tetapi juga untuk masyarakat yang lebih luas,” pesan Tatang, menutup ceramah malam itu. (Siskaria Puji Septiyani/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)