
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si. menjadi pembicara pada Ramadhan Public Lecture (RPL) pada Ahad, 9 Maret 2025. Dalam ceramah bertajuk “Pembangunan SDM dan Literasi Digital” itu, Arif menyatakan bahwa tanggal ceramah itu, yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia versi Hijriah, menegaskan adanya momen refleksi atas makna kemerdekaan yang harus disyukuri dan dimanfaatkan untuk membangun bangsa.
Dalam konteks ini, Arif mengutip firman Allah dalam Surat Ibrahim ayat 7, yang menegaskan pentingnya rasa syukur. Menurutnya, Indonesia telah dikaruniai nikmat kemerdekaan, dan sebagai bentuk rasa syukur, bangsa Indonesia dituntut untuk memanfaatkan kemerdekaan ini dengan membangun sebuah peradaban yang lebih baik yaitu peradaban yang makmur, adil, dan diridhai oleh Allah – subhanahu wa ta’ala.

Dok. Ramadhan Di Kampus UGM
Lebih lanjut, Arif Satria menyoroti salah satu nikmat besar yang dimiliki Indonesia saat ini, yaitu bonus demografi 2030. Prof. Arif Satria menyampaikan bahwa dengan angka ketergantungan yang mencapai titik terendah sebesar 46,9%, Indonesia memiliki potensi besar dalam membangun sumber daya manusia (SDM). Namun, beliau menegaskan bahwa bonus demografi ini harus dikelola dengan baik, sehingga pembangunan SDM menjadi kunci utama dalam memanfaatkan momentum ini.
Dalam menjelaskan cara membangun peradaban yang kuat, Arif kembali menegaskan bahwa Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh melalui empat sifat utama kepemimpinan: shiddiq (jujur), fathonah (cerdas), amanah (tepercaya), dan tabligh (mampu menyampaikan). Ia menjelaskan bahwa shiddiq adalah pondasi penting dalam kehidupan dan kepemimpinan, di mana negara yang memiliki tingkat kedisiplinan dan kejujuran tinggi akan lebih maju.
Menurutnya, terkait fathonah, Rasulullah tidak mungkin mampu membangun peradaban di Madinah tanpa kecerdasan yang kemudian berbuah pada visi yang kuat. Namun, tantangan saat ini jauh lebih besar karena perkembangan teknologi yang begitu pesat. Dengan melihat fenomena di sejumlah negara Asia, Prof. Arif Satria menekankan bahwa setiap negara memiliki respons yang berbeda terhadap era digital, dan visi yang jelas dan adaptif terhadap perubahan diperlukan untuk menjawab tantangan ini,
Dalam membangun peradaban yang lebih maju, Prof. Arif Satria menyebut bahwa seseorang juga perlu menginternalisasi sifat Allah, yaitu Al-Kholiq dan Al-Badi’. Al-Kholiq berarti menciptakan sesuatu secara terus-menerus, termasuk memperbarui yang sudah ada, sementara Al-Badi’ berarti menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Arif menambahkan, internalisasi makna Al-Badi’ adalah inovasi, yang harus terus dikembangkan untuk memperkuat fathonah, dan menjadi kunci untuk berorientasi pada praktik masa depan.
Arif menjelaskan bahwa integritas yang ditambah dengan kapabilitas akan menghasilkan kredibilitas. Menurutnya, kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada modal sosialnya, dan modal sosial yang paling penting adalah kepercayaan. Ia memberikan contoh Jepang, yang dinilainya sebagai negara dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga berkontribusi besar terhadap kemajuan ekonomi.
Langkah terakhir adalah tabligh, yaitu menyampaikan dan menggerakkan orang lain untuk berpikir serta bertindak ke arah yang lebih baik. Prof. Arif Satria menegaskan bahwa tabligh bukanlah tujuan akhir, melainkan instrumen untuk transformasi. Di akhir pembahasannya, ia kembali menegaskan bahwa transformasi adalah jalan untuk membangun mentalitas yang bermanfaat bagi orang lain, bukan hanya untuk kepentingan sesaat. (Olga Fitriyaningtyas/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)