• UGM.AC.ID
  • Jama’ah Shalahuddin UGM
  • Rumah ZIS UGM
  • Perpus Baitul Hikmah
  • KB-TK Maskam UGM
  • Mardliyyah UGM
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Sejarah Masjid Kampus UGM
    • Manajemen Masjid
  • Kegiatan dan Layanan
    • Kegiatan dan Layanan
    • Fasilitas dan Gerai
    • Akad Nikah
    • Formulir Peminjaman Fasilitas
    • Prosesi Kembali Ke Islam
  • Artikel
    • Beranda Artikel
    • Ibadah dan Kajian Islam
    • Diskusi Paradigma Profetik
    • Sakinah Academy
    • Maskam Public Lecture
    • Ramadan Public Lecture
    • Berita dan Informasi Lain
    • Tulisan dan Khutbah
  • Donasi
  • Kontak
  • Beranda
  • Diskusi Paradigma Profetik
  • Hakimul Ikhwan Tegaskan Nilai-Nilai Kenabian Sebagai Soft Power Perdamaian

Hakimul Ikhwan Tegaskan Nilai-Nilai Kenabian Sebagai Soft Power Perdamaian

  • Diskusi Paradigma Profetik
  • 21 Agustus 2025, 14.10
  • Oleh: indraoktafian97
  • 0

Webinar Integrasi Ilmu dan Agama yang dilaksanakan pada Rabu (20/8), menghadirkan Dr. Hakimul Ikhwan, S.Sos., M.A., Ph.D., Dosen FISIPOL UGM dan Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Welfarism. Dalam kesempatan itu, Hakim mengulas tema “Diplomasi Profetik: Membangun Perdamaian Melalui Nilai-Nilai Kenabian”.

Sejak awal, Hakim menegaskan bahwa diplomasi tidak hanya urusan antarnegara. Ia menceritakan hasil riset bersama koleganya di Yogyakarta pada 2015–2017, ketika kota ini menempati peringkat kedua kota paling intoleran di Indonesia. Dari situ lahir istilah “diplomasi terkunci”, yaitu kondisi ketika pihak-pihak yang berbeda identitas tidak lagi bisa berdialog, bahkan sekadar menyapa.

Menurutnya, problem utama terletak pada prasangka dan keterbatasan pengetahuan. Ia mengutip pepatah Arab “an-nāsu a‘dā’ mā jahilū”. Manusia cenderung memusuhi apa yang tidak diketahuinya. Di era digital, situasi makin pelik karena algoritma media sosial membuat orang “tahu banyak tentang sedikit hal”, sehingga pandangan terhadap kelompok lain semakin sempit dan bias.

“Algoritma menutup ruang kita untuk benar-benar mengenal orang lain. Akibatnya, ketegangan identitas semakin tajam,” jelasnya.

Baca juga: Ahmad Bunyan Wahib Ingatkan Pentingnya Memahami Hukum Waris untuk Mencegah Konflik Keluarga

Nilai-Nilai Profetik sebagai Soft Power

Hakim menekankan bahwa misi kenabian Nabi Muhammad SAW membawa nilai-nilai universal, yaitu keadilan, kasih sayang, kejujuran, musyawarah, dan kemaslahatan. Inilah yang ia sebut sebagai diplomasi profetik.

“Diplomasi profetik bukan memakai kekerasan, tapi soft power yang menghargai keberagaman,” katanya.

Ia menyinggung pemikiran Prof. Kuntowijoyo tentang ilmu sosial profetik yang menekankan etika emansipasi, humanisme, dan liberasi. Dalam praktik, nilai itu tampak dalam Piagam Madinah maupun Perjanjian Hudaibiyah yang membuktikan bahwa kompromi dan perdamaian justru membuka jalan pertumbuhan umat.

Bagi Hakim, inti dari semua itu adalah trust. “Kejujuran membangun kepercayaan sosial. Dari trust lahirlah integrasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia membagi pengalaman pribadi. Ia pernah menjadi korban salah sasaran tawuran sehingga menyimpan prasangka terhadap kelompok tertentu. Namun, pandangan itu berubah total ketika ia berkesempatan tinggal di tengah masyarakat yang sama.

“Semua persepsi negatif saya hilang setelah mengalami langsung bagaimana mereka hidup sehari-hari. Mengalami keberagaman jauh lebih efektif daripada sekadar tahu,” kenangnya.

Ia menyebut praktik experiencing diversity, seperti kemah pemuda lintas agama yang pernah ia gagas. Lebih kuat dampaknya ketimbang diskusi kelas. Begitu pula kegiatan sederhana, seperti gotong royong membersihkan kampung, bisa menjadi wujud nyata diplomasi profetik.

Hakim juga mengulas wacana global. Ia menolak tesis Samuel Huntington tentang clash of civilizations. Menurutnya, mayoritas konflik bukan antaragama, melainkan justru dalam internal agama.

“Dalam Sunni ada faksi-faksi, dalam Syiah juga ada kelompok-kelompok. Jadi yang disebut konflik agama sering kali adalah konflik internal, bukan antaragama,” terangnya.

Lebih serius lagi, ia menyoroti praktik politik global yang menjadikan agama sekadar instrumen geopolitik. “Agama dipakai untuk kepentingan ekonomi dan politik. Padahal spirit profetik sejatinya untuk perdamaian lintas bangsa,” tambahnya.

Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta bertanya apakah ada etnis tertentu di Indonesia yang lebih “profetik”. Ia menolak pendekatan esensialis. “Tidak ada suku yang secara kodrati lebih profetik dari yang lain. Itu jebakan esensialisme,” ujarnya.

Mengutip Imam Syafi’i, ia berpesan agar manusia “mengalir seperti air”. “Air yang menggenang jadi sumber penyakit. Demikian juga manusia, kalau hanya bergaul dengan kelompoknya sendiri, prasangka akan tumbuh,” katanya. Pertanyaan lain menyinggung ketidakadilan yang lebih terasa di kalangan elit politik. Hakim mengakui, keadilan profetik lebih banyak hidup di masyarakat ketimbang elit. Menurutnya, akar masalah ada pada struktur birokrasi warisan kolonial yang sejak awal berorientasi melayani ke atas, bukan ke bawah.

Menutup paparannya, Hakim menegaskan bahwa diplomasi profetik bukan mimpi utopis, melainkan agenda nyata. Diplomasi bisa dilakukan melalui ide, pengalaman, maupun karya (dakwah bil-hal).

“Kita semua adalah diplomat profetik. Duta yang membawa nilai keadilan, kasih sayang, musyawarah, dan kemaslahatan. Dari buaian hingga liang lahat, tugas kita adalah merawat perdamaian,” pungkasnya. ( Indra Oktafian Hidayat )

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=YfdIFoDagQM[/embedyt]

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Artikel Terbaru

  • Fatma Amalia Ulas Dampak Hukum Perkawinan Tanpa Akta terhadap Harta dan Nasab
  • Erlan Iskandar Kritisi Menurunnya Kualitas Relasi Emosional dalam Keluarga
  • Rudy Wiratama: Masyarakat Jawa Kini Sedang Mengalami ‘Pangling’
  • Dokter Sagiran: Tidak Semua Penyakit Dapat Dijelaskan Secara Medis
  • Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Ungkap Cara Islam Menjawab Krisis Pangan Global
Universitas Gadjah Mada

MASJID KAMPUS UGM

Jalan Tevesia 1 Bulaksumur, Caturtunggal, Depok,

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

Email: masjidkampus[@]ugm.ac.id

© Takmir Masjid Kampus UGM - Badan Pengelola Masjid UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY