Dalam Sakinah Public Lecture: Great Mother Sessions, Prof. dr. Madarina Julia, MPH., Ph.D., Sp.A(K), Subsp.End menjelaskan bahwa kehidupan seorang anak dimulai sejak pembuahan, bukan saat ia lahir. Masa 1.000 hari pertama—270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah lahir—merupakan periode emas yang menentukan kualitas kesehatan, kecerdasan, dan perkembangan sosial-emosional seorang manusia. Pada masa ini, otak dan tubuh anak berkembang dengan sangat pesat dan sangat dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan, serta pola pengasuhan.
Masa Kritis Perkembangan Otak Anak
Dalam dua tahun pertama kehidupan, otak mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Respons, stimulasi, serta interaksi yang diberikan pada masa ini berpengaruh langsung pada perkembangan kemampuan bahasa, memori, berpikir, hingga kemampuan sosial di masa depan.
Perkembangan sensorik seperti pendengaran dan penglihatan bekerja intensif sejak bulan-bulan pertama. Kemampuan bahasa meningkat pesat pada usia 6–9 bulan, sementara fungsi kognitif yang lebih kompleks berkembang pada usia 1–5 tahun. Hal ini menunjukkan pentingnya kehadiran orang tua, stimulasi yang konsisten, dan lingkungan yang penuh kasih.
Perkembangan Janin dan Pentingnya Perhatian Sejak Awal Kehamilan
Sejak minggu ketiga kehamilan, organ-organ vital mulai terbentuk, termasuk sistem saraf pusat dan jantung. Pada minggu-minggu berikutnya, struktur wajah, telinga, gigi, serta organ lain mulai berkembang. Sementara itu, percepatan pertumbuhan otak terjadi sejak trimester kedua hingga menjelang kelahiran.
Prof. Madarina menekankan bahwa periode awal kehamilan sangat sensitif. Infeksi ringan, kekurangan nutrisi, atau paparan zat berbahaya dapat memberi dampak jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan anak. Karena itu, kesehatan ibu sebelum dan saat hamil menjadi faktor utama penentu kualitas hidup anak.
Baca juga: Abduh Tuasikal Tekankan Pentingnya Syariat yang Adil dan Tidak Berat Sebelah
Pencegahan Stunting Dimulai Sejak Remaja Putri
Salah satu pesan penting yang disampaikan adalah bahwa pencegahan stunting tidak dimulai ketika anak lahir atau saat seorang perempuan hamil, tetapi bahkan sejak masa remaja. Angka anemia pada remaja putri di Indonesia masih tinggi, dan asupan zat besi mereka rata-rata masih jauh dari kebutuhan harian. Jika kondisi ini berlanjut hingga kehamilan, risiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah dan risiko stunting semakin meningkat.
Kekurangan zat besi pada masa kehamilan berdampak pada pembentukan jaringan otak, termasuk jaringan penghubung antarsel saraf, kecepatan transmisi informasi, serta pembentukan lapisan saraf yang menentukan kecepatan berpikir anak. Dampaknya dapat terlihat dalam jangka panjang, termasuk kemampuan belajar yang lebih rendah.
Nutrisi Ibu dan Kebiasaan Makan yang Berkaitan dengan Perkembangan Anak
Yodium merupakan salah satu nutrisi penting bagi ibu hamil karena berperan dalam pembentukan hormon tiroid. Kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan perkembangan kognitif yang bersifat permanen. Karena itu, penggunaan garam beryodium merupakan langkah sederhana yang memberi dampak besar bagi kecerdasan anak.
Selain itu, kebiasaan makan ibu selama kehamilan memengaruhi preferensi makan anak di kemudian hari. Rasa dari makanan yang dikonsumsi ibu dapat dikenali oleh bayi sejak dalam kandungan, sehingga keberagaman makanan selama hamil dapat membantu anak lebih mudah menerima berbagai jenis makanan saat tumbuh.
IMD dan ASI Eksklusif sebagai Fondasi Awal Kehidupan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan salah satu langkah penting dalam satu jam pertama kehidupan bayi. Selain memperkuat ikatan emosional ibu dan bayi, IMD membantu bayi menstabilkan suhu tubuh dan mendapatkan kolostrum yang kaya antibodi.
Setelah itu, bayi dianjurkan mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan dilanjutkan hingga usia dua tahun dengan pemberian MPASI yang tepat. ASI memberikan nutrisi terbaik untuk pertumbuhan, perkembangan otak, serta perlindungan alami dari infeksi.
Pengasuhan dan Stimulasi Sesuai Usia untuk Tumbuh Kembang Optimal
Webinar ini juga membahas pengasuhan anak yang sesuai tahap usia untuk mendukung perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial.
- Bayi Baru Lahir – 1,5 Tahun
Pada tahap ini, hubungan emosional dan rasa aman menjadi dasar pengasuhan.
Hal penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua antara lain:
- Merespons tangisan bayi secara tepat.
- Memberikan ASI sambil menjaga kontak mata dan sentuhan lembut.
- Mengajak bayi bermain menggunakan permainan sederhana untuk menstimulasi kemampuan motorik dan bahasa.
- Menjaga kecukupan tidur bayi (12–16 jam per hari untuk usia 4–12 bulan).
- Menghindari penggunaan gawai bagi anak di bawah usia 18 bulan.
Paparan gawai terlalu dini dapat menyebabkan keterlambatan bicara, interaksi sosial yang terbatas, dan gangguan emosi.
- Bayi Usia 6–9 Bulan
Pada rentang usia ini, stimulasi dapat diberikan melalui aktivitas menyenangkan seperti:
- permainan cilukba,
- bercermin,
- memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain,
- bermain tepuk tangan,
- merangkak dan belajar duduk.
Orang tua perlu memperhatikan pencapaian tumbuh kembang anak dan memeriksakan anak ke fasilitas kesehatan jika terdapat kemampuan yang belum muncul sesuai rentang usia.
- Anak Usia 1,5 – 3 Tahun
Pada tahap ini, kemampuan motorik, bahasa, serta interaksi sosial berkembang dengan cepat. Anak banyak belajar melalui eksplorasi dan permainan.
Orang tua dianjurkan untuk:
- Menghargai kemampuan anak dan memberikan dorongan positif.
- Membiarkan anak bergerak bebas sambil menjaga keselamatan.
- Berbicara menggunakan kalimat pendek dan jelas.
- Memberi kesempatan anak bermain dengan teman sebaya.
- Melatih sopan santun serta disiplin sederhana.
- Menjaga waktu tidur yang cukup (11–14 jam per hari).
Penggunaan gawai perlu dibatasi dengan ketat, dengan pendampingan penuh dan durasi maksimal satu jam per hari untuk usia 18–24 bulan. Selain itu, anak perlu rutin dipantau pertumbuhan dan perkembangannya melalui Posyandu, termasuk imunisasi, vitamin A, dan pemberian obat cacing.
Memahami Stunting sebagai Masalah Kesehatan dan Perkembangan
Stunting bukan hanya sekadar masalah tinggi badan yang tidak sesuai usia. Kondisi ini merupakan hasil dari kombinasi kekurangan nutrisi, infeksi yang berulang, serta kurangnya stimulasi psikososial. Dampaknya tidak hanya terlihat pada fisik, tetapi juga pada perkembangan otak, kemampuan belajar, dan ketahanan emosional anak. (Naufal Zaky)