
Bertempat di Masjid Kampus UGM, guru besar ilmu politik, politik internasional, dan diplomasi kebudayaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Prof. Dr. Tulus Warsito, M. Si. memberikan ceramah tarawih Ramadan Public Lecture 1444 H, Selasa (11/4). Dalam awal ceramah bertajuk “Posisi dan Kontribusi Indonesia dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia di Tengah Ancaman Krisis Global”, beliau menjelaskan bahwa sejak Indonesia merdeka, melaksanakan perdamaian dunia adalah pernyataan (statement) dasar dalam membangun Indonesia. Hal ini dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 “…ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Beberapa kontribusi Indonesia dalam perdamaian dunia di masa lampau, sebutnya, ialah saat Indonesia mengirim 500 personel infantri ke Pasukan Darurat PBB (United Nations Emergency Force) ketika terjadi perang antara Arab dan Israel pada saat pemerintahan presiden Soekarno. Pemerintah Indonesia juga menginisiasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di tengah Perang Dingin yang sedang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, sebagai upaya diplomatis untuk kedamaian dunia.
Lanjut Prof. Tulus, di kancah Asia Tenggara, Indonesia pun berperan dalam proses perdamaian Rohingya. Walaupun proses kontribusi pada kasus ini dinilai sulit karena kesulitan untuk mengidentifikasi mana kawan dan lawan, Indonesia tetap membantu segala pihak yang membutuhkan pertolongan.
Beliau juga membicarakan peristiwa yang akhir-akhir ini bergejolak, yaitu perang antara Rusia dan Ukraina. Menurutnya, banyak orang bertanya-tanya tentang alasan kita sebagai bangsa Indonesia perlu mengurusi masalah ini, padahal konfliknya jauh. Prof. Tulus menyebutkan bahwa dunia kini sudah tidak terbatas, sehingga cepat atau lambat perang tersebut akan berpengaruh ke Indonesia. Contohnya adalah harga minyak yang semakin naik dan, oleh karena Indonesia sering mengimpor gandum, harga mie yang juga naik sedikit demi sedikit.
Pada pesan penutup, Prof. Tulus mengatakan upaya perdamaian tidak bisa dengan mudah dan sederhana dilakukan oleh siapa saja, namun memerlukan upaya seluruh masyarakat yang berperan di dalamnya. “Marilah kita terbiasa untuk mengupayakan damai itu dengan seriil mungkin sesuai ajaran agama kita. Perang memang salah satu cara untuk memperjuangkan nilai yang kita pegang, namun jangan sampai perang menjadi satu-satunya solusi. Ada tahapan seperti perundingan, dan usahakan perang dilakukan sebagai cara yang benar-benar terakhir,” tukasnya. (Fadhila Shafa/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Arya Hudia, Musyarrafah Mudzhar)
Saksikan videonya berikut ini:
