• UGM.AC.ID
  • Jama’ah Shalahuddin UGM
  • Rumah ZIS UGM
  • Perpus Baitul Hikmah
  • KB-TK Maskam UGM
  • Mardliyyah UGM
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Sejarah Masjid Kampus UGM
    • Manajemen Masjid
  • Kegiatan dan Layanan
    • Kegiatan dan Layanan
    • Fasilitas dan Gerai
    • Formulir Peminjaman Fasilitas
    • Prosesi Kembali Ke Islam
  • Artikel
    • Beranda Artikel
    • Ibadah dan Kajian Islam
    • Diskusi Paradigma Profetik
    • Sakinah Academy
    • Maskam Public Lecture
    • Ramadan Public Lecture
    • Berita dan Informasi Lain
    • Tulisan dan Khutbah
  • Donasi
  • Kontak
  • Beranda
  • Ramadan Public Lecture
  • Dosen FEB UGM: Ekonomi Berkeadilan Harus Diupayakan

Dosen FEB UGM: Ekonomi Berkeadilan Harus Diupayakan

  • Ramadan Public Lecture
  • 8 April 2023, 22.03
  • Oleh: Masjid Kampus UGM
  • 0

Islam menetapkan dua prinsip dasar yang menjadi kaidah kegiatan ekonomi. Dalam ceramah Ramadan Public Lecture 1444 H di Masjid Kampus UGM Jumat (7/4), dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Akhmad Akbar Susamto, S.E., M.Phil., Ph.D. menyebut bahwa prinsip pertama ialah maslahat.

Maslahat sendiri berupa perbuatan atau benda yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik. “Semua hal dalam kegiatan ekonomi, produksi harus mengandung maslahat,” terangnya. Prinsip ini berkelindan dengan prinsip kedua, yaitu al-adl, yang artinya seimbang.

Arti seimbang dalam konteks ekonomi berkeadilan berhubungan dengan peraturan atau hukum perekonomian negara. Menurut Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Sleman itu, hak-hak semua orang harus terakomodasi dalam aturan tersebut tanpa memandang suku, agama, dan perbedaan lainnya. Kedua prinsip tersebut tak lain bertujuan untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan.

Ada tiga ciri ekonomi berkeadilan: pertama, setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kesempatan tersebut merupakan hak yang dimiliki setiap orang. Kedua, memahami bahwa tidak semua orang memperoleh hasil yang sama dikarenakan perbedaan kemampuan. Akbar mencontohkan fakir miskin dan orangtua renta. “Kita tidak serta merta mengatakan, ‘Kamu harus bekerja!’,” ujarnya, “oleh karena itu kita harus membantu mereka dan memberikan mereka kesempatan agar bisa memperbaiki hidup”.

Ciri ketiga, tidak boleh ada kezaliman di kegiatan ekonomi. Salah satu bentuk kezaliman yang dilarang Islam adalah eksploitasi antarsesama, seperti eksploitasi orang kaya kepada yang miskin. “Dalam Islam ada larangan untuk merampas hak orang lain, perniagaan zalim, tidak jujur dan tidak amanah. Tujuannya adalah untuk keadilan,” paparnya.

Keadilan dalam Kebijakan Kendaraan Listrik

Tiga ciri tersebut, menurutnya, menjadi ukuran terwujudnya ekonomi berkeadilan. Akan tetapi, ia menyadari sulitnya mewujudkan ekonomi berkeadilan. Belum sampai tataran implementasi, pemahaman adil pun menurutnya, berbeda satu dengan yang lain. “Bagaimana bentuk keadilan? Keadilan seperti ruang abu-abu,” ujarnya.

Akbar mengaitkan isu ini dengan kebijakan pemerintah tentang peralihan kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik. Pemerintah memberikan subsidi harga untuk kendaraan listrik. Namun, muncul persoalan ketika harga mobil dan motor listrik yang tinggi dan tidak dapat dibeli oleh seluruh kalangan.

Ia mencontohkan, mobil listrik merek Hyundai Ioniq termurah harganya Rp748.000.000,00 dan setelah disubsidi harganya berubah menjadi Rp668.000.000,00. Sedangkan mobil listrik yang lebih murah, yakni Wuling Air EV yang aslinya seharga Rp243.000.000,00, berubah menjadi Rp208.000.000,00. Begitu pun dengan sepeda motor, harganya berada di kisaran Rp20 juta ke atas, meskipun beberapa ada sepeda motor dengan harga di bawahnya.

“Siapa yang bisa beli? Orang miskin, orang yang enggak punya motor tidak mampu membeli. Artinya pemerintah memberikan subsidi kepada orang kaya. Padahal secara keadilan, subsidi harusnya diberikan kepada orang miskin,” papar Akbar. 

Di akhir ceramah, ia menegaskan bahwa mencapai ekonomi berkeadilan itu tidaklah mudah. “Tetapi kita harus tetap berusaha dan berdoa kepada Allah,” pungkasnya. (Musyarrafah Mudzhar/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Arya Hudia, Fadhila Shafa)

Leave A Comment Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Artikel Terbaru

  • Guru Besar Filsafat UGM: AI dalam Kebijakan Publik Harus Berlandaskan Keadilan
  • Ketua Dewan Guru Besar UGM Ajak Raih Jiwa Muthmainnah Untuk Menjaga Bumi dan Semesta
  • Tenaga Ahli Kementan Jelaskan “Panca Krida Kedaulatan Pangan Nusantara” sebagai Jihad Pertanian
  • Wawan Mas’udi: Solidaritas Sosial sebagai Pondasi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
  • Mantan Wakil Ketua KPK: “Masih Ada Harapan” untuk Sistem Hukum Indonesia
Universitas Gadjah Mada

MASJID KAMPUS UGM

Jalan Tevesia 1 Bulaksumur, Caturtunggal, Depok,

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

Email: masjidkampus[@]ugm.ac.id

© Takmir Masjid Kampus UGM - Badan Pengelola Masjid UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju