Keberadaan partai politik sebagai instrumen demokrasi di Indonesia sangatlah krusial sekaligus problematik. Dua sisi partai politik inilah yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Prof. Dr. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P. ketika menjadi pembicara Ramadan Public Lecture (RPL) pada Minggu (2/4) di Masjid Kampus UGM.
Di hadapan ratusan jemaah, Mahfud MD memaparkan ceramah yang bertema “Pemugaran Partai Politik sebagai Instrumen Kaderisasi Kepemimpinan”. Mahfud menegaskan bahwa di dalam studi-studi Islam, partai politik termasuk ke dalam fiqh siyasah atau fikih politik. “Karena ini bulan Ramadan dan di masjid pula, maka tentu kalau kita bicara partai politik bukan bicara gosip politisi. Tetapi, bicara partai politik dalam konteks keislaman,” jelasnya.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa pemilu sekarang ini “sudah berjalan dengan baik”. Ia mengakui bahwa kecurangan masih ada, tetapi tidak dilakukan oleh pemerintah melainkan partai politik yang saling mencurangi satu sama lain.
Lantas Mahfud juga menanggapi keraguan publik terhadap partai politik dan DPR yang berujung pada ramainya isu pembubaran di media sosial. Mahfud berujar bahwa keduanya merupakan instrumen yang masih dibutuhkan bagi demokrasi. “Itu adalah pilihan yang sangat jelek. Saya ingin tegaskan daripada tidak ada DPR, daripada tidak ada partai politik, lebih baik kita hidup bernegara ini mempunyai DPR dan parpol meskipun jelek,” ujar Mahfud.
Ia menyebut bahwa yang diperlukan saat ini adalah pemugaran atau perbaikan tata kelola partai politik. “Parpol itu adalah instrumen konstitusi untuk menjaga negara. Oleh sebab itu, partai politik harus diperbaiki tata kelolanya dan proses rekrutmen politisinya,” sebut alumni Sastra Arab UGM itu. “Partai politik harus ada tetapi harus bersaing untuk memilih pemimpin yang benar, memilih wakil rakyat yang benar,” sambungnya.
Ia mengimbau kepada jemaah untuk saling menghargai keputusan politik masing-masing, termasuk hasil dari proses demokrasi itu sendiri. “Memilih PDIP tidak haram, memilih Golkar tidak wajib, memilih PAN tidak sunah juga. Pilih sesukamu, tetapi kemudian bertemulah di dalam apa yang disebut kalimatun sawa,” terangnya. Di dalam Islam, istilah kalimatun sawa merujuk kepada keyakinan atau visi yang mampu mempertemukan berbagai perbedaan.
Terakhir, Mahfud mengingatkan bahwa ketika sudah masuk ke pusat kekuasaan, seseorang haruslah membangun kesejahteraan, termasuk dengan mengayomi mereka yang tidak memiliki akses ke pusat kekuasaan. (Gembong Hanung/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Yahya Wijaya Pane)