Moderator : Dr. Eng. Deendarlianto, S.T., M.Eng
Narasumber :
- Dr. Ir. Dadan Kusdiana, M.Sc. (Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI)
- Prof. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D.
Diskusi panel Ramadan Public Lecture yang pertama dilaksanakan di Masjid Kampus UGM pada Sabtu (23/3). Diskusi ini menghadirkan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Dr. Ir. Dadan Kusdiana, M.Sc. dan Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D membawa sebuah tema berjudul “Menuju Net Zero Emision 2040 Dengan Transisi Energi di Indonesia”.
Dadan membacakan Surat Al-A’raf ayat 56 yang melarang umat Islam berbuat kerusakan di muka bumi. Hal ini berkaitan dengan permasalahan dunia saat ini yang semakin panas serta mengancam keselamatan bumi dan lingkungan hidup.
“Peningkatan temperatur pemanasan global sebesar 1,5-2°C sangat dirasakan saat ini. Salah satunya peningkatan bencana hidrometeorologi yang berpotensi mengakibatkan kerugian 4% dari PDB, bagi makhluk hidup hewan bertulang belakang berdampak akan musnah, dampak terhadap laut 70-90% terumbu karang berkurang serta ekosistem daratan bumi berubah” paparnya.
Dadan menjelaskan, meski masih ada batubara yang cukup dan boleh untuk dipakai, tetapi sebaiknya tidak dilepaskan ke atmosfer. Ia mengajak masyarakat bergesar dari energi berbasis karbon ke energi dengan sedikit karbon agar masyarakat bisa hidup lebih baik.
Dadan menjelaskan, hal pertama yang dapat dilakukan dalam menuju transisi yaitu pemanfaatan energi terbaru dengan pembangkit listrik. Langkah lainnya adalah transisi energi menjadi berbasis listrik, pemanfaatan energi surya, dan efisiensi energi. Ia menekankan pengistirahatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), tetapi menurutnya tidak perlu dilakukan sekarang karena berbiaya besar.
Ajak Mahasiswa Ambil Peluang
Sementara itu, dalam paparannya, Prof. Tumiran menjelaskan Surah Al-Baqarah ayat 11-12. Ia lalu membandingkan udara Jakarta 35 tahun lalu, yang berbeda dengan saat ini. Ia melihat transisi energi sebagai upaya memperbaiki hal tersebut, namun dibutuhkan teknologi dan manusia yang mumpuni.
“Pergerakan transisi dari fosil ke energi terbarukan membutuhkan teknologi atau barang untuk konversi (energi). Berarti butuh sumber daya manusia, ada pabrik, proses itu harus dikerjakan oleh Indonesia, kalau tidak dikerjakan kita hanya talking (bicara) saja,” paparnya.
Beliau mengajak jemaah, terutama mahasiswa, untuk mengambil peluang dalam transisi energi supaya Indonesia bisa menjadi bangsa yang unggul. Transisi energi mendorong pertumbuhan ekonomi baru, menciptakan penguasaan teknologi energi baru dan terbarukan (EBT), dan menjadi bangsa mandiri. Ia mencontohkan Tiongkok sebagai contoh negara dengan transisi energi yang terlihat, di mana 39% energi listrik dipasok dari energi terbarukan.
“Adik mahasiswa, berpikirlah dengan keilmuan Anda berbisnis di sektor baru EBT, jangan berpikir untuk menjadi pekerja membuat produk baru untuk pengembangan EBT. Kita jadi orang terbelakang kalau kita hanya mengendalkan HP untuk order (pesan) dan order, kita harus menjadi produsen harus menjadi mandiri… Orang-orang muslim sekarang harus masuk sektor bisnis agar kita bisa bersedekah lebih banyak, jangan mau diberi saja,” paparnya.
Deendarlianto sebagai moderator menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan nol emisi karbon (net zero emision) dalam era transisi energi. Beberapa hal sudah dilakukan, namun bergantung pada kemauan masyarakat untuk berpindah dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Menurutnya, semua pihak sepakat bahwa tidak ada yang dirugikan dari transisi energi. (Firdha Fadhilah/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)