Khutbah Idul Fitri 1444 H
Lapangan Halaman Grha Sabha Pramana, UGM
Oleh:
Ir. Muhammad Agung Bramantya, S.T., MT., M.Eng., Ph.D., IPM., ASEAN Eng.
Kepala Pusat Studi Islam Masjid Kampus UGM
Dosen Teknik Mesin UGM
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqon: 74)
[Doa Pembuka]
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha illallahu Allahu Akbar,
Allahu Akbar wa lillahilhamd
Lebaran momen eksklusif bagi keluarga
Jama’ah shalat ied yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Pada hari bahagia penuh kegembiraan ini, segenap syukur kita haturkan. Terlebih ketika kita telah selesai menunaikan ibadah Ramadhan sebulan penuh lamanya, yang ditutup semalaman hingga pagi dengan lantunan takbir dan tahmid, lalu kini dengan Shalat Iedul Fitri secara berjamaah di tanah lapang, selapang hati kita bertemu dengan sanak saudara serta handai taulan. Mereka yang kita cintai datang dan pergi seraya mengucap: “mohon maaf lahir dan batin” sembari senyum selalu tersungging diwajahnya. Sungguh momen ber-ukhuwah ini mahal harganya. Tak sedikit yang mengeluarkan dana dan tenaga yang banyak, bahkan taruhan nyawa dan resiko tinggi, demi berkumpul bersama dengan keluarga, ber-ukhuwah dengan saudara. Pandemi semakin menguatkan kenyataan tersebut. Dalam konteks lebih luas, kita saat ini lebih memerlukan ayat-ayat ukhuwah, lebih membutuhkan ayat-ayat persaudaraan, sangat merindukan ayat-ayat persatuan dibandingkan dengan yang lainnya.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat,” (QS Al-Hujurat: 10).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha illallahu Allahu Akbar,
Allahu Akbar wa lillahilhamd,
Keluarga penentu kepemimpinan bertakwa
Jama’ah shalat ied yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Momen bertemu dengan keluarga mengingatkan kita akan sebuah doa masyhur terkenal yang selalu dilisankan oleh orang-orang tua kita, selalu dipintakan oleh para pendahulu kita, dipanjatkan moyang kita, yaitu doa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Wahai Robb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri-istri kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqon:74)
Siapa mengira, ternyata kunci terbentuknya Pemimpin yang Bertaqwa bersumber dari keluarga. Siapa menyangka bahwa proses inkubasi kepemimpinan yang bertaqwa bermuara dari ayah dan ibu (berpasangan) serta anak keturunan yang menyejukkan mata.
Maka beliaulah Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu menyempatkan untuk melakukan fit and proper test calon pejabat yang akan dilantik dengan mengklarifikasikan kinerja dan kompetensinya terhadap keluarganya, sehingga Umar menyatakan yang bermakna: “bagaimana ia akan menjadi pejabat yang akan mengayomi dan amanah terhadap rakyat yang dipimpinnya? sementara terhadap keluarga terdekat, darah dagingnya sendiri ia berbuat sebaliknya”.
Sementara setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin. Dalam hadits yang relatif panjang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR al-Bukhari).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha illallahu Allahu Akbar,
Allahu Akbar wa lillahilhamd,
Problematika keluarga masa kini
Jama’ah shalat ied yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Dinamika keluarga di Indonesia saat ini sungguh sangat menantang dan memerlukan perhatian dari kita semua, segenap komponen anak Bangsa. Kepala BKKBN RI dalam Ramadhan Public Lecture di Masjid Kampus UGM menyampaikan beberapa data dan fakta yang dihimpun dari berbagai sumber. Bahwa telah terjadi pergeseran demografi yang semula pada 1970-an berbentuk “segitiga piramid” dimana golongan anak-anak paling banyak, kemudian usia produktif semakin berkurang, dan puncaknya usia tua paling sedikit, Saat ini sedang berlangsung “bonus demografi” dimana golongan produktif usia 15-30 tahun mencapai sekitar 67 juta (25% populasi) dan bonus demografi diprediksikan berlangsung sampai 2040 atau 2045 lalu setelah itu Indonesia akan mengalami “aging population” dimana generasi tua menjadi lebih banyak. Maka momentum saat ini hingga seratus tahun Indonesia merdeka (durasi 20 tahun kedepan) adalah sangat krusial. Pertanyaannya adalah: bagaimana kualitas golongan produktif kita hari ini? Terutama generasi muda dan remajanya?
Isu hari ini adalah semakin meningkatnya “nikah dini” dimana dispensasi menikah untuk kalangan pelajar melonjak sangat drastis dengan alasan miris yaitu: karena hamil duluan. BKKBN telah melakukan survey dimana pada 20 th yg lalu, kontak seksual pertama kali rerata pada usia 20-21 th, sementara hasil survey terbaru tahun ini adalah kontak seksual pertama kali rerata pada usia 15-17 th dan rerata usia nikah pertama kali untuk perempuan 22 th, untuk lelaki sekitar 25 th atau lebih.
Mudahnya para remaja untuk berhubungan seks sebelum menikah sangat memprihatinkan. Tingkat Stunting pada anak hari ini berkisar pada angka 21,6%, padahal angka tersebut ditargetkan harus turun menjadi sekitar 14% pada 2024, artinya hari ini jika ada 100 anak/bayi maka secara statistika akan ada 21 anak/bayi yang mengalami stunting. Stunting ditandai dengan tiga gejala utama: tubuh pendek (stunting pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting), kemampuan intelektual rendah, dan jika dewasa mengalami kegemukan di bagian tengah tubuh, alias rentan terhadap berbagai resiko penyakit. Generasi Indonesia akan sangat susah bersaing baik secara Human Capital Index maupun Human Development Index dengan bangsa lain, bahkan sesama di kawasan Asia Tenggara. Kunci mencegah stunting adalah memberikan perhatian terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Sementara kasus “unwanted pregnancy” semakin menyeruak jumlahnya. Bagaimana akan fokus perhatian pada seribu hari pertama pada bayi jika kehamilan dan kelahirannya saja tidak dikehendaki? Angka penderita difable mencapai 3,1%, autism mencapai 1%, sementara penderita Mental Emotion Disorder mencapai 9,8% (dimana melonjak tajam dari 6,1% dari 2013 yang lalu) dan wilayah terbanyak penderitanya berada di Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta, angka-angka tadi jika dibaca secara kasar maka pada populasi 100 orang Indonesia, maka ada lebih dari 10 yang mengalami (mohon maaf) error akibat mental emotional disorder atau difable atau autism. Belum lagi angka Perceraian yang meningkat sangat tajam dari tahun 2015 dengan jumlah perceraian 350.000, sekarang tahun 2023 menjadi 581.000 perceraian dalam setahun. Dan beberapa data lainnya yang cukup memprihatinkan bagi kita terutama jika dilihat dari kacamata seorang Muslim, dan nilai-nilai Islam.
Itulah sekelumit data dan fakta tentang keluarga dan masyarakat Indonesia hari ini. Maka jika ingin mewujudkan Generasi yang unggul untuk Indonesia yang maju, kita masih punya banyak PR.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha illallahu Allahu Akbar,
Allahu Akbar wa lillahilhamd,
Menumbuhkan sifat-sifat pemimpin
Jama’ah shalat ied yang dikasihi Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Sifat-sifat kepemimpinan dalam konsep Islam bukanlah sesuatu yang abstrak dan tidak aplikatif. Justru jika kita menyadari bahwa semua konsep Islam yang tertuang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah kesemuanya ada praktik riil dan membumi yang telah dijalankan dengan baik dan sempurna oleh uswatun khasanah kita, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dijalankan oleh para Shahabat, dan orang-orang Shalih setelahnya. Jika kita telisik Sirah Nabawiyah perjalanan hidup beliau, maka masa sebelum kenabian (yang notabene adalah masa persiapan, masa inkubasi, masa dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiapkan Nabi dan Rasul terakhir) adalah lebih panjang dan lama daripada masa kenabian (menerima dan mengemban Risalah Kerasulan) itu sendiri, yaitu 40 tahun berbanding 23 tahun. Masa 40 tahun sebelum Kenabian itu secara umum terbagi menjadi dua, yaitu 25 tahun masa jomblo (sebelum menikah) dan 15 tahun masa menikah bersama keluarga kecilnya hingga usia beliau 40 tahun.
Sangat bagus jika kita pribadi mulai memberikan perhatian untuk menggali lebih dalam tentang masa bayi, masa balita, masa kecil, masa remaja, hingga masa dewasa awal Nabi kita yang Mulia, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya kita akan mendapati banyak manfaat, pelajaran, hikmah dan ibrah. Seolah masa-masa itu adalah grand-design tarbiyah pendidikan kepemimpinan bertakwa terbaik dari Allah Rabbul ‘alamin. Disanalah inspirasi proses inkubasi kepemimpinan bertakwa dapat kita peroleh.
Diantara sifat kepemimpinan utama yang sangat relevan untuk kita contoh adalah: (1) sifat Shidiq (jujur, integritas), dalam kehidupan sehari- hari, karakteristik orang yang jujur digambarkan sebagai orang yang tidak suka berbohong, bisa dipercaya, dan gaya hidupnya lurus. Kebalikan dari sifat jujur adalah suka berdusta dan berkhianat. (2) sifat Amanah (kredible), berarti dapat dipercaya. Para rasul senantiasa selalu menjalankan tugas sesuai dengan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Agar tugas itu dapat dilaksanakan, mereka selalu menjaga jiwa dan raga dari perbuatan-perbuatan dosa, sehingga kepercayaan umat manusia, trust masyarakat terhadap dirinya akan senantiasa terjaga. (3) sifat Fathonah (cerdas), Para rasul memiliki kecerdasan dalam menjalankan amanah, tugas, dan tanggung jawab sebagai seorang rasul. Mereka juga mampu memahami persoalan umatnya dan memberikan jalan keluar.
Perlu diingat bahwa orang yang ahli atau mahir belum tentu cerdas. Keahlian lebih dekat pada pengetahuan kognitif, sedangkan cerdas lebih kepada kemampuan untuk menerapkan keahlian sesuai kebutuhan sehingga membuahkan hasil yang optimal dengan risiko minimal. Terakhir (4) sifat Tabligh (menginspirasi orang lain), dikaitkan dengan sifat para rasul yang senantiasa menyampaikan semua wahyu kepada umat manusia, baik berupa pengetahuan, pedoman, syariat atau risalah kenabian yang lain. Mereka menyampaikan semua wahyu karena tugas dan tanggung jawab. Tidak ada satu huruf pun yang disembunyikan para rasul saat menyampaikan kebaikan, dan selalu memberikan inspirasi.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha illallahu Allahu Akbar,
Allahu Akbar wa lillahilhamd,
Keluarga sebagai inkubasi kepemimpinan yang bertakwa
Jama’ah shalat ied yang disayangi Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Demikianlah khutbah yang singkat ini mengingatkan kita semua akan nilai strategisnya struktur terkecil dalam susunan kemasyarakatan, yaitu KELUARGA, sebagai wahana inkubasi kepemimpinan yang bertakwa, kawah candradimuka-nya calon pemimpin masa depan. Jika kita sangat merindukan hadirnya sosok pemimpin-pemimpin yang bertakwa berintegritas pada semua level kepemimpinan, maka jawabannya terdapat pada kualitas takwaan keluarga kita masing-masing, bahkan sejak sebelum mereka lahir, atau bahkan pre-konsepsi. Keluarga-keluarga yang awalnya seolah independen tidak bergantung oleh keluarga lain pada skala mikro, sesungguhnya pada skala yang lebih besar, justru amat sangat saling terkait. Bisa jadi kita sudah mengupayakan semaksimal mungkin kebaikan dalam internal keluarga kita, tapi siapa yang menjamin ketika tiap-tiap anggota keluarga kita (anak kita misalnya) berinteraksi dengan keluarga yang lain dalam lingkungan pergaulan sosial lebih luas akan mengalami hal yang baik-baik dan positif terus menerus?.
Karena itulah, tantangan menjadi berkelanjutan (yang tentusaja wajar, alami) sebagai manusia/keluarga yang tidak bisa lepas dari manusia/keluarga yang lainnya, menjadi ekosistem kemasyarakatan yang saling kait-mengkait. Maka marilah kita berdoa dan memohon agar Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang agar senantiasa terus memperbaiki keluarga kita dan semua keluarga-keluarga disekitar kita. Selamat ber-iedul fitri, berkumpul dengan keluarga tercinta. Mohon maaf atas segala khilaf, Wallahu Ta’ala a’lam.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin
[Doa Penutup]