![](https://masjidkampus.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/227/2023/04/DSC1078-825x464.jpg)
Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh dengan keistimewaan. Di bulan yang suci ini kita dilatih berbagai hal yang sekiranya tidak didapatkan di bulan-bulan lainnya, salah satunya adalah melatih diri untuk untuk membangun semangat jihad dan persatuan. Hal ini yang diulas Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag. pada kesempatan Mimbar Subuh Ramadan Public Lecture 1444 H, Selasa (4/4) di Masjid Kampus UGM dalam tatanan tema “Ramadan sebagai Bulan Jihad dan Persatuan”.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai jihad dan persatuan dalam konsep Ramadan, Jeje menjelaskan terlebih dahulu konsep Ramadan yang perlu diperhatikan. Beliau menjelaskan bahwa dalam setiap ibadah dan perintah agama, termasuk puasa, kita terlebih dahulu harus mengetahui syarat, rukun, keutamaan, dan manfaatnya. “Kita harus tahu apa syarat dan rukunnya terlebih dahulu, setelah itu apa fadilah-nya. Lalu baru apa hikmahnya, apa manfaat dampak kebaikannya, dampak positif dari perintah-perintah agama tersebut,” tutur beliau.
Ramadan sebagai bulan jihad dan persatuan masuk dalam hikmah atau manfaat dari puasa. Beliau mengatakan bahwa bulan Ramadan adalah salah satu waktu untuk membangun ruh semangat berjihad dan bersatu. Dalam aspek jihad beliau menambahkan secara filosofis puasa berarti menahan dan mengendalikan dari sesuatu yang diinginkan. “Kita ingin makan di siang hari. Makanan ada, milik kita, dan halal. Tapi kata agama tidak boleh karena belum waktunya. Inilah yang disebut kesabaran dalam berpuasa,” ucapnya memberikan contoh.
Kesabaran dalam mengendalikan dari sesuatu yang diinginkan dan sudah ada di hadapan kita, lanjutnya, adalah pelajaran jihad puasa yang sebenarnya. Hal ini karena inti dari jihad adalah kemampuan dan kesiapan untuk menanggung penderitaan dan siap untuk berkorban. Maka dalam puasa tidak hanya sabar dalam penderitaan, tapi jauh lebih tinggi itu: sabar menahan hawa nafsu.
Ibnul Qayyim al-Jauziyah membagi tahapan jihad dalam empat tingkatan, di mana dua tingkatan pertama bersifat seumur hidup yang dapat dilatih pada bulan suci Ramadan. Tingkatan yang pertama adalah jihad dalam memerangi diri sendiri, yakni memerangi segala musuh jiwa manusia. Tingkatkan kedua adalah jihad memerangi syaitan, baik itu berbentuk jin atau sebangsa manusia. “Dua tingkatan ini bersifat kekal, siapapun pasti akan merasakannya. Tidak mengenal usia,” ujar beliau.
Selain jihad dalam bentuk spiritual, jihad fisik yang terjadi di bulan Ramadan juga ada. Jeje menjelaskan bahwa selama zaman dahulu hingga sekarang, jihad-jihad yang bersifat fisik pernah terukir dalam sejarah; bahkan beberapa di antaranya menentukan nasib suatu kaum dan bangsa. Misalnya saja Perang Badar dan Fathu Makkah (Perang Pembebasan Mekah), dua perang masa Rasulullah yang menentukan masa depan umat Islam pada zaman tersebut. Dalam konteks Indonesia, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tepat pada bulan suci Ramadan. Menurutnya, ini merupakan beberapa contoh jihad yang terjadi di bulan Ramadan.
Ramadan Pererat Persatuan
Selain berbicara jihad, Jeje juga menjelaskan tentang konsep persatuan dalam bulan Ramadan. Beliau menjelaskan bahwa bulan suci Ramadan ini membawa berkah bagi seluruh umat Islam untuk mempererat persatuan. Arti persatuan disini tidak hanya merujuk kepada umat tetapi juga pada kelompok-kelompok kecil lainnya.
“Misalnya dalam keluarga, seorang ayah, ibu dan anak-anaknya yang untuk makan bersama saja harus janjian dulu karena sibuknya dengan pekerjaan masing-masing. Namun, saat Ramadan setiap muslim menyesuaikan agenda kehidupannya, menyesuaikan agenda pekerjaan agar sesuai dengan suasana Ramadan. [Contohnya] bagaimana bisa sahur bersama keluarga, buka bersama keluarga,” tambah beliau.
Selain dalam konsep keluarga, contoh di atas juga diterapkan dalam lingkup yang lebih besar lagi. Mulai dari tetangga, pertemanan, dan lainnya sehingga ini menjadi sarana membangun rasa persaudaraan, membangun rasa kesatuan dan persatuan umat. Pada akhir Mimbar Subuh, beliau menegaskan kembali bahwa bulan Ramadan adalah sarana untuk kita melatih diri membangun semangat jihad dan persatuan. (Yahya Wijaya Pane/Editor & Foto: Rama S. Pratama, Musyarrafah Mudzhar)