Semakin besar kewenangan suatu lembaga, semakin besar pula rambu-rambunya. Hal ini disampaikan oleh ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011-2015 Dr. Abraham Samad pada ceramah tarawih Ramadan Public Lecture 1444 H Senin (27/3) lalu di Masjid Kampus UGM.
Pada ceramah tarawih bertema “Mengukur Efektivitas Pemberantasan Korupsi Pasca-Perubahan Undang-undang KPK” ini, Abraham memulai ceramahnya dengan mengajak jemaah flashback ke tahun 1998 ketika masyarakat menuntut tuntasnya kasus-kasus korupsi yang marak di Indonesia. Pemerintah merespon hal tersebut dengan menerbitkan dua undang-undang mengenai korupsi. Pertama adalah UU Nomor 30 Tahun 2005 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian melahirkan lembaga KPK. Kedua adalah UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2005, KPK secara jelas menjadi lembaga yang menangani kasus-kasus korupsi secara mandiri dan tidak menjadi bagian dari eksekutif. “KPK itu dulu kedudukannya sangat terhormat karena mempunyai wewenang istimewa. Yaitu penyidikan, penyadapan, penyitaan, dan pemblokiran akun-akun yang melakukan kejahatan korupsi,” sebut Abraham dalam ceramahnya.
Oleh karena wewenang istimewa tersebut, muncul banyak anggapan dari masyarakat bahwa semakin besar kewenangan suatu lembaga, semakin bisa sewenang-wenang lembaga tersebut. Namun, Abraham menjelaskan bahwa semakin besar wewenang suatu lembaga, maka besar pula rambu-rambunya. Contohnya, ketika KPK akan mengambil keputusan, maka keputusan itu harus dilakukan melalui mekanisme ‘kolektif kolegial’, yakni seluruh pemimpin KPK harus ikut serta dalam prosesnya. Hal ini dilakukan agar KPK tidak menyalahgunakan kewenangannya yang luar biasa.
KPK sendiri juga memegang prinsip bahwa tidak ada toleransi untuk pelanggaran etik. Sekecil dan seremeh apapun kesalahannya, seseorang harus tetap dihukum. Bahkan pada awal-awal masa jabatannya, Abraham mengaku langsung menandatangani surat pemecatan dua pegawainya hanya karena masalah perselingkuhan dengan pegawai lembaga di luar KPK. Pesan yang ingin disampaikan beliau pada ceramah kali ini ialah tidak ada orang yang kebal hukum. Siapa pun yang salah bisa dihukum, meskipun ia anggota KPK. (Hanung Maura/Editor: Rama S. Pratama, Gambar: Musyarrafah Mudzhar [atas], Muhammad Iqbal Zaky Hussaini [bawah])