
Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta, Drs. Muhammad Jazir ASP, membuka kajian Mimbar Subuh dengan menyitir sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang salat subuh dengan berjamaah di masjid, seakan-akan ia telah salat semalam penuh.” Beliau juga mengutip sabda Rasulullah saw lainnya: “Barangsiapa yang mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan mengerjakan amalan yang sunah baginya maka seperti mengerjakan amalan yang wajib dan yang mengamalkan amalan yang wajib di bulan Ramadan itu maka dia seperti 70 kali mengerjakan amalan di bulan sebelumnya.”
Kedua sabda Rasulullah saw ini selaras dengan tema kajian yang disampaikan oleh Muhammad Jazir, yaitu “Salat Sebagai Pendidikan Etika dan Moral: Implementasi Nilai-nilai Ibadah Salat dalam Kehidupan Sehari-hari”. Kajian ini diselenggarakan pada Sabtu, 8 Maret 2025, di Masjid Kampus UGM.
Muhammad Jazir menjelaskan bahwa sejak awal peradaban Islam, masjid telah menjadi pusat berbagai aktivitas sosial dan politik. Masjid tidak hanya digunakan untuk salat, tetapi juga untuk belajar, bermusyawarah, hingga mengatur strategi pemerintahan. Dengan demikian, masjid memiliki peran penting dalam mencetak para pemimpin terbaik.
Di Indonesia, masjid telah menjadi tempat berkembangnya pemikiran dan gerakan sosial yang berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan. “Maka dari itu kita bisa melihat bahwa politik bangsa kita, yang meletakkan dasar-dasar ideologi dan konstitusi kita, memiliki pengalaman dibesarkan dalam nuansa kemasjidan sehingga pandangan-pandangan kenegaraan itu sangat terang dan jelas,” papar Muhammad Jazir.
Beliau mencontohkan Bung Hatta, tokoh nasional yang sejak balig diwajibkan tidur di surau sesuai tradisi Minangkabau. Hal ini membentuk pola pikirnya yang kuat dan berorientasi pada kepentingan umat. Muhammad Jazir menegaskan bahwa negara tidak boleh memisahkan agama dari kehidupan berbangsa, namun urusan agama juga tidak boleh menjadi perkakas politik penguasa. Pandangan ini sejalan dengan realitas Indonesia, di mana agama menjadi ruh kehidupan masyarakat dan negara.
Muhammad Jazir juga mengutip Sukarno yang mengatakan, “Kepercayaan akan Tuhan yang satu, Ketuhanan Yang Maha Esa itu tiada lain salah taufik, dan jika taufik tersebut telah menyala-nyala dan berkobar-kobar dalam gerakan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang tidak pernah mati.”
Pada era modern, masjid di lingkungan kampus memiliki peran strategis dalam membentuk pemikiran dan kepemimpinan generasi muda. Namun, Muhammad Jazir menyayangkan bahwa peran ini mulai berkurang karena pergeseran fokus dari aspek intelektual dan sosial ke arah yang lebih ritualistik semata. Dahulu, masjid kampus menjadi tempat berkembangnya berbagai gagasan tentang peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kini, masjid lebih banyak difungsikan hanya sebagai tempat ibadah, tanpa banyak melibatkan diskusi dan aktivitas sosial yang mencerdaskan umat.
Oleh karena itu, Muhammad Jazir menekankan pentingnya generasi muda, khususnya mahasiswa, untuk menghidupkan kembali peran masjid sebagai pusat pendidikan, diskusi, dan pembinaan kepemimpinan. Dengan menjadikan masjid sebagai tempat berpikir dan berkontribusi bagi masyarakat, generasi muda dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi umat dan bangsa. “Islam memiliki cita-cita kenegaraan yang mulia, maka perjuangkanlah cita-cita kenegaraan Islam itu dalam negara nasional ini,” pesan Muhammad Jazir untuk calon penerus bangsa. (Siskaria Puji Septiyani/Editor: Ismail Abdulmaajid/Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)