
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) DIY, Dr. Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum. menjelaskan, bangsa Indonesia patut bersyukur atas kondisi negara Indonesia yang tentram meski dihiasi berbagai perbedaan. Dalam situasi global yang kerap diwarnai konflik identitas, masyarakat Indonesia justru mampu menjalankan ibadah secara aman dan damai. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan kedewasaan beragama, tetapi juga menjadi bukti nyata komitmen negara dalam melindungi hak warganya.
Dalam Ramadan Public Lecture (RPL) yang mengangkat tema “Meneguhkan Kembali Komitmen Negara terhadap Kebebasan Beragama”, Ahmad Bahiej mengawali pembahasannya dengan menelusuri sejarah bangsa Indonesia. Wilayah Indonesia awalnya terdiri dari berbagai kerajaan dan kemudian disusul dengan kolonialisme bangsa-bangsa Barat.
“Awalnya bangsa Indonesia itu terdiri dari kerajaan-kerajaan, kemudian masuk bangsa Barat yang melakukan ekspansi kolonialisme dan terjadi berabad-abad” katanya menjelaskan, saat RPL di Masjid Kampus UGM, Kamis, 6 Maret 2025.
Menariknya, pada masa kolonial, jumlah pemeluk Islam di Indonesia masih sangat sedikit. Namun, perkembangan sejarah justru membawa transformasi besar, di mana Indonesia kini menjadi negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Fenomena ini, menurutnya tidak lepas dari peran para kyai dan ulama yang menyebarkan Islam dengan cara damai.
“Islam datang ke Indonesia dengan cara damai, disebarkan oleh para kyai dan ulama dengan keteladanan, pengajaran, dan dialog, bukan melalui pemaksaan atau peperangan,” ujarnya.
Ahmad Bahiej juga menyoroti perihal Piagam Madinah, sebuah konstitusi pertama di dunia yang dibuat oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama penduduk Madinah yang salah satu isinya membahas mengenai kebebasan beragama. Lebih lanjut, ia mengaitkan nilai universal dalam Piagam Madinah dengan QS. Al-Hujurat ayat 13. Ia menegaskan bahwa perbedaan etnis, budaya, dan agama di Indonesia bukanlah penghalang, melainkan sarana untuk memperkuat persatuan.
“Dari Piagam Madinah dan ayat tersebut, kita bisa melihat bahwa apa yang terjadi pada Indonesia saat ini sejatinya telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam,” katanya menjelaskan.
Terakhir, Ahmad Bahiej menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan bagian dari sunnatullah. Prinsip ini diimplementasikan melalui Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Ia menekankan, esensi moderasi beragama bukanlah upaya memoderasi ajaran agama itu sendiri, melainkan membangun kesadaran umat beragama untuk bersikap proporsional dalam menghadapi perbedaan.
“Moderasi beragama bukanlah reduksi terhadap nilai-nilai agama, melainkan upaya menempatkan umat pada jalan tengah. Tujuannya agar masyarakat tidak terjebak dalam sikap ekstrem kanan maupun kiri, tetapi mampu menjadi penyeimbang yang menghormati keragaman dalam bingkai kebhinnekaan,” katanya menutup ceramah. (Raizal Marandi/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)