
Pendidikan tidak hanya terbatas pada ruang kelas dan kampus, tetapi juga mencakup lingkungan yang membentuk karakter dan pola pikir individu. Dalam Ramadan Public Lecture (RPL) yang digelar pada Senin, 3 Maret 2025, Anies Baswedan menyampaikan bahwa mahasiswa diibaratkan sebagai bibit yang akan tumbuh subur jika ditanam di lingkungan akademik yang mendukung. Kota Yogyakarta, dengan atmosfer akademiknya yang kuat, menjadi lahan yang subur untuk pertumbuhan intelektual generasi muda.
Dalam pemaparannya, Anies Baswedan menekankan bahwa infrastruktur pendidikan tidak boleh dimaknai sebatas gedung dan fasilitas fisik yang megah. Infrastruktur sejati adalah ruang yang mampu merangsang pemikiran, menumbuhkan imajinasi, serta membentuk karakter mahasiswa agar lebih kreatif, inovatif, dan tangguh. “Jangan hanya membayangkan infrastruktur keras, tapi infrastruktur lunak,” ujarnya.
Melalui pendekatan yang dilakukan dalam program Desak Anies, ditemukan bahwa kualitas pendidikan di kota-kota besar seperti Yogyakarta relatif baik, namun terdapat ketimpangan signifikan di daerah pedesaan dan kepulauan kecil. Fenomena ini menunjukkan bahwa masih banyak wilayah yang tertinggal dalam hal infrastruktur pendidikan. “Ketimpangan infrastruktur kita sangat luar biasa,” ungkapnya.
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, Anies Baswedan menegaskan bahwa pendidikan merupakan kunci utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan tinggi, menurutnya, berperan sebagai eskalator sosial ekonomi yang memungkinkan seseorang untuk naik ke tingkat kehidupan yang lebih baik tanpa harus bersusah payah seperti menaiki tangga secara manual. Analogi ini disambut dengan antusiasme oleh jamaah yang hadir.
Anies Baswedan menyoroti bahwa akses terhadap pendidikan yang berkualitas harus setara bagi semua kalangan. Ia menggambarkan ketimpangan kesempatan pendidikan dengan perumpamaan sebuah jalur pendakian. “Jika jalannya terjal dan berbatu, hanya mereka yang memiliki kekuatan fisik dan sumber daya yang cukup yang dapat mencapai puncak. Namun, jika jalannya rata, maka semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendaki.”
Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat 3,8 juta siswa yang lulus SMA, sementara lulusan SD mencapai 5,5 juta siswa. Hal ini berarti terdapat selisih 1,7 juta siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Jika tren ini terus berlangsung selama satu dekade, maka akan ada sekitar 17 juta anak yang tidak pernah mengenyam pendidikan menengah atas. Anies Baswedan menegaskan bahwa kondisi ini membentuk struktur pendidikan yang menyerupai piramida, di mana semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit jumlah peserta didik. “Harus dibereskan dengan infrastruktur pendidikan. Lulus SD sama dengan lulus SMP sama dengan lulus SMA. Kualitas setara dan dapat menumbuhkan jiwa kompetitif dengan bangsa-bangsa lain.”
Menurutnya, tantangan dalam dunia pendidikan harus disikapi dengan keseriusan, karena pendidikan bukan sekadar biaya yang dapat dikurangi, melainkan investasi jangka panjang. Jika pendidikan hanya dipandang sebagai biaya, maka mudah dikurangi. “Tapi pendidikan itu panjang, proses dalam berpolitik, pengambil keputusan inginnya kerja cepat, segera peresmian. Tidak ada yang salah tetapi pembangunan manusia tidak bisa instan,” tegas Anies Baswedan.
Anies Baswedan menekankan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai tahap fundamental dalam membentuk karakter seseorang. Ia menyoroti bahwa kesadaran akan kepemilikan dan nilai kejujuran harus ditanamkan sejak dini, bukan hanya di tingkat pendidikan tinggi. “Sering kali kita temukan bahwa mentalitas korupsi bukan bermula di perguruan tinggi, melainkan dari kurangnya kesadaran sejak usia dini terhadap konsep kepemilikan dan kejujuran.”
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa pendidikan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga harus dimulai dari lingkungan keluarga. Pola asuh yang baik akan membentuk individu yang lebih bertanggung jawab dan memiliki nilai moral yang kuat.
Sebagai pesan penutup, Anies Baswedan mengajak para mahasiswa untuk menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang berdampak luas. Ia menekankan pentingnya berbagi pengalaman dan inspirasi kepada saudara-saudara di daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan. (Kyla ‘Aisya Malvalena/Editor: Ismail Abdulmaajid/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)