
Mantan Hakim Konstitusi dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Prof. Dr. M. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P. mengatakan sikap adil merupakan salah satu jalan menuju ketakwaan. Menurutnya, jika dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak bisa berperilaku adil, ketakwaan seseorang tersebut diragukan. Selain berbuat adil, menurut beliau, taraf yang lebih tinggi lagi adalah menegakkan keadilan.
“Salah satu jalan untuk menuju takwa itu adalah adil,” ujar beliau, saat Ramadan Public Lecture atau RPL “Ketimpangan Hukum dalam Perspektif Kelas: Analisis Politik Hukum terhadap Penegakan Hukum bagi Masyarakat Miskin”, Sabtu (1/23/2025).
Mahfud MD menyebut, hukum hidup dalam masyarakat untuk menegakkan keadilan, juga untuk menjaga ketertiban masyarakat. Namun, ia menjelaskan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, masing-masing orang memiliki kepentingan, dan kepentingan tersebut bisa saling bertabrakan.
“Kepentingan itu ada kalanya bisa disinkronkan, ada kalanya itu berbenturan,” jelasnya.
Dalam situasi ini, menurutnya hukum hadir untuk menyelesaikan kepentingan-kepentingan yang saling bertabrakan tersebut dengan berlandaskan keadilan. Namun, menurut beliau, terdapat kemungkinan bahwa hukum itu tidak adil, karena adanya hukum yang “direkayasa”. Di samping itu, Mahfud MD mengatakan, ketidaksamaan akses dalam mencari keadilan bisa disebabkan oleh perbedaan kelas, di mana orang-orang dengan ekonomi rendah sulit mencari keadilan dibandingkan dengan orang dengan ekonomi tinggi.
Oleh karenanya, mantan calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2024 lalu itu menyebut satu konsep hukum umum yang disebut sebagai hukum progresif. Hukum progresif ini dapat digunakan untuk meniadakan ketidakadilan, karena sebuah peraturan atau pasal yang bertentangan dengan keadilan bagi masyarakat akan ditinggalkan.
Dalam sejarah Islam, hukum progresif telah diterapkan, bahkan sejak zaman Umar bin Khattab. Mahfud MD memaparkan bahwa ‘sering kali’ Umar bin Khattab mengubah hukum dalam Al-Qur’an, seperti mengenai harta rampasan perang yang dalam Surah Al-Anfal: 41 sebanyak ⅘ dibagi kepada para pejuang. Menurutnya, Umar sempat meniadakan aturan tersebut dan memilih mengalokasikannya dalam kas negara, karena dikhawatirkan bagian harta rampasan untuk para pejuang akan menimbulkan ketimpangan sosial.
Dalam sejarah nasional, Mahfud MD menjelaskan bahwa Soekarno juga pernah menerapkan konsep hukum progresif. Soekarno mengubah keanggotaan Panitia Delapan yang awalnya enam orang dari kelompok nasionalis dan dua kelompok Islam menjadi lima orang dari kelompok nasionalis dan empat orang dari kelompok Islam. Perubahan yang dilakukan Soekarno adalah atas dasar keadilan untuk setiap kelompok, baik nasionalis maupun Islam.
Menurutnya, keadilan juga harus proporsional. Oleh karenanya, beliau menegaskan bahwa hukum dan keadilan merupakan dua hal yang berbeda. Hukum lebih mengacu ke arah apa yang diatur saja, sedangkan keadilan mengacu kepada proporsinya.
“Setiap orang atau kelompok mendapat hak sesuai dengan ukurannya masing-masing,” katanya.
Sebelum menutup pembicaraan, Mahfud MD berpesan untuk para jemaah yang hadir saat itu untuk menjadi sedikit cahaya dalam kegelapan. Beliau menginginkan para jamaah untuk menjadi agen pembawa kebenaran. Dengan menyuarakan kebenaran, jemaah diibaratkan seperti cahaya di tengah kegelapan akibat ketidakadilan. (Ilham Gusti Helmy Alamsyah/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)