Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Prof. Dr. Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. mengatakan bahwa transportasi adalah katalis atau suatu media untuk memfasilitasi aspek-aspek seperti ekonomi, sosial, dan politik. Saat ini, peran transportasi bagi kehidupan masyarakat sangatlah penting; tidak hanya bagi seorang pedagang ataupun pekerja melainkan masyarakat biasa. Demikian dipaparkan dalam ceramah tarawih Ramadan Public Lecture 1444 H “Grand Design Sistem Transportasi Indonesia Modern” pada Rabu (19/4) di Masjid Kampus UGM.
Berbicara tentang transportasi, ia mengatakan bahwa hal ini memiliki keterkaitan yang erat dengan keselamatan (safety). Tak jarang dijumpai kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Menurutnya, tingkat safety negara masih tergolong minim. Akibatnya adalah banyak kita temukan korban-korban yang meninggal dunia akibat keterlambatan penanganan. Padahal jam penting (golden hours) yang dimiliki oleh korban untuk selamat hanya berkisar 1 jam saja. Terlambatnya penanganan akan mengubah kecelakaan ringan menjadi kecelakaan berat, sedangkan korban kecelakaan berat berpotensi untuk meninggal dunia.
Beliau juga menjelaskan bahwa saat ini transportasi telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Di beberapa negara telah hadir berupa teknologi yang lebih maju seperti hyperloop. Juga, kereta maglev (magnatic levitation) sudah digunakan di Tiongkok, di mana kereta sudah tidak lagi menggunakan roda yang menempel pada rel, melainkan menggunakan dua kutub magnet yang sama.
Saat ini juga tidak asing bagi kita melihat transportasi listrik. Kendaraan listrik digadang-gadang akan menggantikan kendaraan bermesin pembakaran dalam (combustion engine). Akan tetapi, menurutnya, kendaraan listrik bukanlah kendaraan revolusioner, melainkan kendaraan yang bergerak tanpa awak – atau bisa disebut dengan kendaraan otomasi. Danang menjelaskan bahwa saat ini kita sedang berada dalam persimpangan jalan untuk bermigrasi dari kendaraan listrik menjadi kendaraan otomasi.
Kendaraan terotomasi memiliki efisiensi sekitar 25-30%, di mana pengguna dapat menggunakan waktu dengan lebih produktif, dan juga penghematan bagi yang terbiasa menggunakan jasa sopir. Akan tetapi kendaraan otomasi masih memiliki paradoks. Di satu sisi adalah persoalan otomasi, dan di sisi lain regulasi yang belum bisa memenuhi permasalahan-permasalahan operasional yang ada dalam lapangan. (Hafidah Munisah/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Gembong Hanung)