Tenaga Ahli Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA., IPU., ASEAN Eng. hadir sebagai pembicara dalam kajian rutin Ramadhan Public Lecture (RPL) yang dilaksanakan pada hari Rabu (26/3/2025). Dalam kajian yang bertajuk “Degenerasi Petani: Mewujudkan Keadilan Pada Rantai Pasok Sistem Pangan Nasional”, Ali memaparkan beberapa faktor serta program-program yang telah dilakukan di Indonesia dalam mengatasi persoalan pangan nasional.
Mengawali ceramahnya, Prof. Ali menyebutkan bahwa pada tahun 2012 telah dilakukan sebuah diskusi yang menghasilkan sebuah buku berjudul “Diskusi Tentang Jihad Kedaulatan Pangan”, dilatarbelakangi pengesahan Undang-Undang Pangan. Buku ini hadir sebagai sebuah komitmen dalam mengatasi persoalan pangan nasional.
“Kalau kita memang ingin mengatasi persoalan pangan, memang harus bersungguh-sungguh dalam segala urusan. Jihad itu artinya bersungguh-sungguh dalam segala urusan,” ujarnya.
Merujuk pada isi buku, Ali menyebutkan lima hal dalam mengatasi persoalan pangan yang disebut dengan Panca Krida Kedaulatan Pangan Nusantara. Kelimanya menunjukkan bahwa untuk mengatasi persoalan pangan diperlukan komitmen politik dan sinergitas kebijakan, optimalisasi lahan dan air, kemandirian proses produksi pangan dalam negeri, pembudayaan pola pangan adaptif, serta penguatan kelembagaan dan jaringan.
Prof. Ali menyebutkan bahwa degenerasi petani itu benar adanya. Di Indonesia, 20% dari sekitar 30 juta rumah tangga petani merupakan anak-anak muda dengan 80% merupakan petani-petani senior di atas 40 tahun. Menurutnya, hal ini disebabkan nilai tukar petani yang rendah serta kurangnya tenaga kerja pada sektor pertanian, yang menyebabkan produksi berkurang dan memunculkan ketergantungan pada impor.
“Mereka tidak mau masuk di bidang pertanian kenapa? Karena tidak menguntungkan, tidak menggembirakan,” ujarnya.
Dengan demikian, muncullah program-program untuk mengatasi persoalan degenerasi keadilan mata rantai bagi petani in farm karena nilai tukar petani yang sedikit. Ali mengklaim, program-program tersebut merupakan bentuk pergerakan jihad sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Program tersebut meliputi pompanisasi, dengan menyebar pompa di berbagai wilayah untuk menambah luas wilayah tanam.
“Karena untuk nyetak sawah, kita butuh effort. Sawah yang ada gak bisa ditanami karena gak ada air. Ada air gak mengalir ada irigasi rusak,” ujarnya.
Dalam kajiannya, Ali menekankan bahwa persoalan pangan saat ini merupakan akibat dari adanya pemanasan global yang dialami dunia. Menurutnya, fenomena ini terus menjadi persoalan jika tidak beradaptasi.
“Ini adalah karena resiko global warming. Pemanasan global itu, kita tidak mampu mengelolanya. Kalau kita tidak beradaptasi ya akan jadi persoalan” ujarnya.
Prof. Ali lalu mendorong generasi muda untuk masuk ke dalam sektor agroindustri pertanian. Program brigadir pangan yang telah dilakukan, menurutnya, memiliki konsep untuk mengoptimalkan lahan luas yang tersebar di luar pulau Jawa dengan menciptakan pengusaha-pengusaha muda.
“Urusan pangan tidak bisa disepelekan, setiap orang membutuhkannya. Kalau urusan pangan ini persoalan, akan menjadi masalah,” tegasnya. (Risma Aulia/Editor: Rama Shidqi P./Dok: Ramadhan Di Kampus UGM)