
Mimbar Subuh bertema “Etika dan Strategi Bisnis: Praktik Dagang Abdurrahman bin Auf” yang berlangsung pada Kamis, 20 Maret 2025 di Masjid Kampus UGM menghadirkan Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Prof. Mahfud Sholihin, M.Acc., Ph.D. sebagai penceramah. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan cara Abdurrahman bin Auf – radhiyallahu ‘anhu, sahabat Nabi, menerapkan strategi bisnis yang cerdas tanpa mengabaikan etika.
Menurut Prof. Mahfud, kejujuran, transparansi, serta kemampuan menganalisis peluang dan membangun jaringan menjadi kunci kesuksesan Abdurrahman bin Auf. Beliau membuktikan bahwa bisnis tidak hanya soal profit, tetapi juga keberlanjutan dan kepercayaan; prinsip yang tetap relevan di tengah persaingan modern yang sering kali mengesampingkan etika demi keuntungan.
Sebagai salah satu assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam), Abdurrahman bin Auf turut berjuang dalam berbagai peristiwa besar Islam. Namun, kiprahnya tidak hanya dalam dakwah dan peperangan, tetapi juga dalam perdagangan. Beliau dikenal sebagai pebisnis ulung yang cerdas melihat peluang, bijak dalam mengambil keputusan, serta memiliki kekayaan berlimpah tanpa melupakan nilai-nilai kedermawanan.
Dalam Islam, etika bisnis berakar pada akhlak, yaitu standar moral yang membedakan antara yang baik dan buruk. Prof. Mahfud menjelaskan bahwa prinsip utama dalam etika bisnis Islam adalah kejujuran, transparansi, dan keadilan, sedangkan strategi bisnis berkaitan dengan cara mencapai tujuan usaha. Jika dahulu bisnis berorientasi pada profit, kini perkembangannya menuntut keseimbangan dengan norma sosial, dampak lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai sahabat Rasulullah, Abdurrahman bin Auf mewarisi banyak sifat Nabi dalam berdagang. Beliau selalu jujur terhadap kondisi barang dagangannya dan tidak menutup-nutupi jika terdapat cacat, sehingga kepercayaannya di mata pelanggan tetap terjaga.
Selain itu, kemampuannya dalam menganalisis pasar dan membangun jaringan menjadikannya unggul dalam perdagangan. Kualitas barang dan layanan selalu diutamakan, membuat bisnisnya berkembang pesat dengan tetap berpegang teguh pada prinsip moral. Sebagaimana disampaikan Prof. Mahfud, etika bisnis tidak hanya menjadi tuntutan moral, tetapi juga strategi yang menguntungkan dalam jangka panjang.
“Riset juga menunjukkan bahwa strategi dan etika bisnis bisa leads to advantages (mengarahkan pada keuntungan). Dengan praktik bisnis yang etis, kemudian bisa dipercaya, maka akan mendapat misalnya customer yang premium, akan mendapatkan karyawan yang premium, kemudian akan dipercaya oleh beberapa stakeholder (pemangku kepentingan), serta pada akhirnya akan berpengaruh pada profit,” katanya.
Di awal kenabiannya, Rasulullah menegaskan bahwa dirinya diutus untuk mencontohkan akhlak. Beliau tidak hanya mengajarkan prinsip etika bisnis, tetapi juga memberi teladan dalam praktiknya. Abdurrahman bin Auf adalah bukti bahwa seseorang dapat sukses tanpa mengorbankan nilai-nilai moral.
Namun, di era modern justru berkembang anggapan bahwa kesuksesan harus dicapai dengan mengesampingkan etika dan hanya berorientasi pada keuntungan. Menurut Prof. Mahfud, bisnis seharusnya tidak hanya berfokus pada profit, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan pelanggan, stakeholder, masyarakat, serta lingkungan. Meneladani prinsip bisnis Abdurrahman bin Auf bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga menjadi model bagi dunia usaha masa kini untuk membangun bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan. (Rizky Laksmitha/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)