
Pada Kamis, 13 Maret 2025, Ramadan Public Lecture (RPL) mengangkat tema “Mengelola Utang Negara dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Menjaga Stabilitas Keuangan Negara”. Acara ini menghadirkan Ir. Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., sebagai pembicara utama yang memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana utang negara dapat dikelola secara bijak agar tidak menjadi beban bagi generasi mendatang.
Di awal sesi, Adiwarman mengadakan kuis berhadiah untuk mencairkan suasana. Dalam kuis tersebut, beliau menegaskan bahwa utang adalah kewajiban yang harus dibayar, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah saw.: “Seseorang yang mampu membayar utang tetapi enggan melakukannya termasuk dalam golongan orang zalim.” Namun, bagi mereka yang belum mampu membayar utang, hal ini sejalan dengan QS. Al-Baqarah ayat 280, yang menyatakan bahwa jika seseorang dalam kesulitan membayar utang, sebaiknya diberikan kelapangan waktu untuk melunasinya.

Dok. Ramadhan Di Kampus UGM
Adiwarman menjelaskan bahwa utang negara merupakan utang yang berkelanjutan, selama dapat dikelola dengan baik dan dibayarkan secara teratur. Dalam teori ekonomi, khususnya intertemporal consumption theory, utang dapat menjadi instrumen yang berkelanjutan selama memenuhi syarat tersebut. Beliau menekankan bahwa selama pertumbuhan nominal GDP suatu negara lebih besar daripada jumlah utang yang harus dibayarkan, maka utang bisa terus berlanjut tanpa membebani perekonomian. Namun, jika utang tidak dikelola dengan baik, dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh generasi mendatang, tetapi juga akan menekan generasi saat ini, menjadikan mereka bergantung pada pihak yang memberikan pinjaman.
Adiwarman juga mengisahkan peristiwa di masa Rasulullah saw., ketika sekelompok orang mengalami kelaparan akibat gagal panen dan terpaksa mengambil hasil kebun milik warga Madinah. Pemilik kebun yang melihat kejadian itu memarahi mereka, namun Rasulullah saw. menegur pemilik kebun dengan mengatakan, “Ketika dia lapar, engkau tidak memberinya makan, dan ketika dia bodoh, engkau tidak mengajarinya.” Dari kisah ini, Adiwarman menjelaskan bahwa uang yang dipinjam untuk berutang harus digunakan secara seimbang, baik untuk kepentingan jangka pendek seperti makanan maupun untuk jangka panjang seperti pendidikan. Dalam ilmu tasawuf juga disebutkan bahwa nasehat terbaik bagi orang yang lapar adalah memberinya makan, bukan sekadar memberikan ceramah.
Sebagai penutup, Adiwarman menegaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang membantu sesamanya, baik dengan memberi makan kepada yang lapar maupun mengajarkan ilmu kepada yang tidak tahu. Beliau juga menekankan bahwa menjalani hidup dengan kesabaran, kesederhanaan, kemurahan hati, dan akhlakul karimah akan membawa keberkahan, termasuk dalam mengelola keuangan dan utang. (Olga Fitriyaningtyas/Editor: Ismail Abdulmaajid/Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)