
Mimbar Subuh pada Kamis, 13 Maret 2025 menghadirkan Imam Besar Masjid Kampus UGM yaitu Dr. Muhammad Nur, S.Ag., M.Ag. sebagai pembicara. Dalam kajiannya yang berjudul “Khalīfah Fil Arḍ: Menjadi Pemimpin yang Bertanggung Jawab terhadap Alam”, beliau memaparkan beberapa syarat seseorang dapat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.
Mengawali kajiannya, Nur menyampaikan bahwa saat ini, istilah khalifah sudah jarang digunakan karena dianggap sebagai sebutan untuk pemimpin yang kejam, sadis, ortodoks, dan radikal. Ia menegaskan bahwa khilafah atau khalifah hanyalah alih bahasa dari bahasa Arab. Sehingga, dalam ceramahnya, beliau mengajak jemaah untuk mengetahui bobot dan asal usul khalifah itu sendiri.
Dalam filsafat ilmu, ia menyebut kebenaran bisa dibangun melalui tujuh teori. Teori-teori tersebut meliputi makna kata atau kebenaran bahasa, definisi, nilai pragmatis yang didapatkan, dan teori yang dianut, baik itu Al-Quran atau hadis. Termasuk di antaranya ialah sistem berpikir logis, koresponden, serta kebenaran yang harus dibangun secara ikhlas.
Kembali pada konteks khalifah atau pemimpin, Muhammad Nur memaparkan beberapa syarat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Syarat untuk menjadi khalifah harus didasarkan pada Al-Quran dan hadis.
Mengutip QS. Al-Baqarah ayat 30-31, beliau menegaskan bahwa syarat pertama untuk menjadi seorang pemimpin adalah tidak membuat kerusakan. Beliau juga menegaskan kepada jamaah bahwa kerusakan yang dimaksud adalah penyimpangan aturan yang telah dibuat.
“Pemimpin tidak boleh membuat kerusakan. Jadi ramalan atau hipotesis dari malaikat yang akan menciptakan kerusakan ketika Adam diciptakan, itu sebenarnya pesan bahwa pemimpin tidak boleh membuat kerusakan,” jelasnya.
Yang kedua yaitu, senantiasa menjaga kredibilitas dan integritas. Beliau juga menegaskan bahwa seorang pemimpin itu harus senantiasa ingat kepada Allah untuk memastikan seorang pemimpin tetap berada dalam jalan yang benar.
Pada poin selanjutnya, Nur menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki wawasan yang luas. Melanjutkan poin selanjutnya, beliau juga menekankan bahwa seorang pemimpin harus siap untuk beradu argumentasi dengan wawasan yang dimiliki.
Muhammad Nur juga menegaskan melalui ayat selanjutnya bahwa pemimpin harus patuh kepada asas, tidak boleh abai, melawan, dan melakukan diskresi. Pada poin paling penting, beliau menjelaskan bahwa pemimpin itu pasti melakukan kesalahan. Beliau juga menegaskan kepada jemaah bahwa pengakuan kesalahan merupakan persyaratan bagi seorang pemimpin.
“Seorang pemimpin itu pastilah akan mengalami atau melakukan kesalahan, tetapi kesalahan itu bukan untuk dipertahankan. Kalau memang terdapat kekhilafan harus gentleman untuk mengakui. Tidak boleh kita menutupi kesalahan itu demi harga diri, demi prestise.” ujarnya.
Pada ceramahnya, Imam Besar Masjid Kampus UGM juga menekan beberapa syarat seorang pemimpin berdasarkan keinginan Rasulullah dan hubungannya dengan alam semesta. Syarat itu ialah empati atau rasa bisa menyelami relung paling dalam pada siapa yang dia pimpin, adil dengan menempatkan sesuatu secara seimbang tetapi juga secara proporsional, serta tegas kepada kebenaran dan peraturan.
“Setiap kita itu pasti menjadi pemimpin yang akan mengarahkan bagaimana kita bersikap, baik terhadap alam lingkungan yang dalam pengertian yang ada disekeliling kita maupun flora fauna, maupun teknologi, maupun dalam menghadapi spiritualitas kita sendiri,” ujarnya. (Risma Aulia/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)