
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M., hadir sebagai pembicara dalam Ramadhan Public Lecture (RPL) pada Rabu, 12 Maret 2025. Dalam kesempatan tersebut, Feri berbagi diskusi dengan tajuk “Menggugah Kesadaran Masyarakat atas Hak Partisipasi Politik dalam Pengelolaan Negara” yang menyoroti berbagai isu politik dan kebijakan negara yang dinilai bertentangan dengan konstitusi serta kesejahteraan rakyat.
Feri Amsari memulai diskusi tersebut dengan mengutip ayat yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mengenai keserakahan manusia, terutama di kalangan penyelenggara negara. Beliau menjelaskan bahwa keserakahan manusia berpotensi merusak keseimbangan alam dan kehidupan sosial. Lebih lanjut, beliau juga menekankan bahwa ayat tersebut sangat relevan dengan keadaan saat ini, dimana banyak kerusakan di bumi yang terjadi akibat ulah manusia.

“Hal tersebut penting untuk dibicarakan apalagi setelah kunjungan Presiden ketika menemui korban terdampak banjir di Bekasi, yang dinilai bertentangan dengan kebijakan pengelolaan lingkungan,” ujarnya menambahkan.
Menurutnya, kunjungan tersebut memang mencerminkan sisi kemanusiaan seorang pemimpin, namun bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang berencana mengalihfungsikan 20 juta hektare hutan menjadi hutan produktif atau lahan produktif. Feri Amsari menjelaskan bahwa kebijakan alih fungsi hutan dapat merusak ekosistem hutan yang sudah kritis. Beliau juga menambahkan bahwa kebijakan tersebut dinilai bertolak belakang, karena Presiden kemungkinan akan terus mengunjungi korban banjir setiap tahun, sementara ekosistem hutan terus mengalami kerusakan.
Selain itu, Feri juga menyoroti Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara dan digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Beliau kemudian memberikan contoh kasus yang sedang ramai diperbincangkan mengenai korupsi dalam industri minyak yang telah merugikan negara.
“Minyak bumi terus dieksploitasi, dioplos, dan pada akhirnya masyarakat harus menerima kenyataan bahwa kualitas bahan bakar menurun. Ini jelas merupakan tindakan yang tidak amanah,” tegasnya.
Feri Amsari tidak hanya menyoroti kasus korupsi di sektor minyak bumi, tetapi juga menyoroti korupsi emas palsu yang nilainya bahkan lebih besar. Menyikapi hal tersebut, beliau menekankan pentingnya sikap kritis masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, terutama dalam pengelolaan anggaran negara.
Selain menekankan sikap kritis, Feri Amsari juga mendorong masyarakat untuk lebih memahami perkembangan kebijakan yang diberlakukan agar semakin sadar akan dampaknya. Menurutnya, pengawasan dan kritik dari masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.
Di sisi lain, Feri Amsari juga menekankan bahwa ketidakadilan dalam pemerintahan harus dilawan dengan kritik yang membangun. Beliau juga menambahkan bahwa pemimpin yang zalim lahir karena masjid tidak lagi menjadi sumber lahirnya pemimpin-pemimpin baik.
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang zalim,” ujarnya.
Sebagai penutup sesi diskusinya, Feri Amsari mengajak masyarakat untuk kembali menjadikan masjid sebagai pusat pembentukan kepemimpinan yang amanah. Beliau juga mengajak untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum menghidupkan kembali semangat kritik terhadap kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat. (Novita Adhellia Putri/Editor: Rama Shidqi P./Foto: Ramadhan Di Kampus UGM)