Pembina Pesantren Darush Shalihat, Dr. Syatori Abdurrauf, Lc. mengatakan penguatan hati berarti menjadikan hati seseorang sebagai hati yang kuat. Seperti disampaikannya dalam Mimbar Subuh di Masjid Kampus UGM, Rabu (27/3), hati yang kuat adalah hati yang melihat, menyimpulkan, menerima, dan merasakan, apa pun yang ada dan terjadi dalam hidup ini sebagai rahmat Allah. Rahmat Allah yang dimaksud merupakan kasih sayang Allah yang menjadikan apa pun menjadi kebaikan.
Ustaz Syatori mencontohkan, bagi orang yang hatinya kuat, sehatnya adalah rahmat Allah karena dengan sehat seseorang dapat beribadah, menolong orang, belajar, dan lainnya. Namun, jika seseorang yang memiliki hati yang kuat, sakit pun merupakan rahmat Allah karena dengan sakit seorang hamba mendapat kesempatan untuk bersabar, ikhlas, ridha. Begitu pula dengan pujian dan cacian.
“Jadi pada saat dipuji orang, pujian orang itu rahmat Allah. Tapi sebaliknya, ketika dicaci, ketika dihina, orang yang hatinya kuat akan memahami cacian orang, penghinaan orang itu sebagai rahmat Allah. Di mana letak rahmatnya dihina, dicaci? Letak rahmatnya punya kesempatan untuk sabar, punya kesempatan untuk memaafkan”, tutur Ustaz Syatori.
Ia melanjutkan, maklumat menjadikan hati seseorang sebagai hati yang kuat telah disampaikan Allah dalam surat Al-A’raf ayat 156, yang jika dilihat lebih jauh dapat diinterpretasikan terdapat rahmat Allah di dalam segala sesuatu. Orang yang memiliki hati yang kuat akan memaknai cobaan kesulitan sebagai rahmat Allah, dan kesenangan juga dimaknai sebagai rahmat Allah. Menurutnya, amal-amal taat yang dilakukan atas nama Allah dan bisa menguatkan hati seseorang dapat dibingkai dalam “segitiga rahmat”, yang terdiri atas tiga hal penting.
Pertama, ketika seseorang melakukan amal ketaatan, orang tersebut betul-betul menyadari bahwa amal tersebut merupakan rahmat Allah. Jika tidak ada rahmat Allah, ia tidak dapat melaksanakan amal shalih tersebut. Ia mengatakan, ini telah diingatkan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 83, bahwa jika bukan karena anugerah dari Allah, niscaya manusia menjadi pengikut setan.
“Seperti yang kita sama-sama lakukan. Ini kita bisa salat Subuh berjamaah, ini sepenuhnya adalah karena rahmat Allah. Kita mengakuinya sebagai rahmat Allah. Bukan karena yang lain,” katanya melanjutkan.
Kedua, beramal baik dengan semata-mata mengharapkan rahmat Allah, apa pun amalannya. Menurutnya, hal ini telah diingatkan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 218, bahwa orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjuang merupakan orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah. Dengan demikian, jika seseorang ingin menguatkan hatinya dengan beramal baik maka jadikan harapan melakukan amal tersebut sebagai harapan rahmat Allah.
Ketiga, berbahagia dalam amal karena rahmat Allah tanpa melihat hasil, dan senantiasa mengingat bahwa hasil dari amal tidak lebih penting dari amal itu sendiri. Ustaz Syatori mengatakan, seseorang harus berbahagia telah dapat beramal baik, dan beramal merupakan rahmat Allah. Jika seseorang telah beramal baik dengan bentuk apa pun, kemudian dibentuk dalam segitiga rahmat, maka ia akan menyimpulkan, merasakan dan menerima apa pun sebagai rahmat Allah.
“Kalau sampai ada orang yang memahami, dihina orang sebagai rahmat. Itu manusia yang berkualitas atau tidak berkualitas? Itu manusia yang sangat berkualitas,” lanjutnya.
Ceramah ini ditutup dengan mengingatkan jemaah agar senantiasa memanfaatkan bulan Ramadan sebagai momentum melakukan amalan-amalan taat dan membingkainya dalam segitiga rahmat. Menurutnya, tanpa itu, sebanyak apa pun amalan yang dilakukan tidak akan menjadikan hati menjadi kuat. (Nur Sa’adah Nubatonis/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)