Pada Mimbar Subuh yang diselenggarakan di Masjid Kampus UGM, Jumat (29/3), Ustaz Ridwan Hamidi, Lc. membahas mengenai cara merajut ukhuwah sesama muslim dengan berbagai perbedaan suku, adat istiadat, bahasa dan berbagai keragaman lainnya di Indonesia. Menurutnya, keragaman tersebut diciptakan Allah ta’ala agar manusia saling bertaaruf (mengenal) satu sama lain untuk menjalin ukhuwah. Lebih lanjut, ia menyebut salah satu cara Allah memuliakan orang-orang yang merajut ukhuwah ialah lewat hadis Rasulullah bahwa dengan ikatan ukhuwah yang berlandaskan iman, mereka akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya.
“Kita di Indonesia berasal dari berbagai suku, adat istiadat, bahasa dan keragaman-keragaman lainnya, yang kemudian keragaman tersebut diikat dalam bingkai agama kita, diikat dalam bingkai kesatuan akidah,” ungkapnya.
Menurut Ustaz Ridwan, ada panduan yang bersumber dari Alquran dan hadis, prinsip-prinsip rukun islam dan iman, syariat yang termasuk kategori tsawabit (hal-hal prinsip dan tidak berubah), dan syariat yang masuk kategori mutaghayyirat (hal-hal yang bisa berubah). Tidak semua bahasan akidah, fikih, dan akhlak berada dalam salah satu posisi. Ia mencontohkan, dalam bahasan fikih, dua rakaat salat Subuh mulai dari takbiratul ihram dan penetapan waktunya termasuk kategori tsawabit, tidak akan berubah sampai kapan pun.
Sementara, permisalan kategori mutaghayyirat yang berpeluang terjadi perbedaan pendapat dalam pembahasan fikih ialah perbedaan jamaah yang menggunakan qunut dan tidak ketika membicarakan salat Subuh. Oleh karena itu, menurutnya, perbedaan antara jemaah subuh yang menggunakan qunut dan yang tidak untuk konteks Indonesia tidak perlu dikaitkan dengan kelompok tertentu, karena perbedaan tersebut sudah ada sejak sekitar 1000 tahun yang lalu.
Ustaz Ridwan menambahkan, imam empat mazhab mengenalkan kepada umat sikap mengenalkan perbedaan yang ada di masyarakat. Ia menyebut Imam Syafi’i, misalnya, mengatakan setiap muslim seharusnya melihat secara objektif jika persamaan sesama Muslim jauh lebih banyak daripada perbedaannya. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar sedikitnya perbedaan yang ada tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengusik umat dan sebaliknya, persamaan yang ada dapat menjadi peluang untuk meningkatkan ukhuwah.
Ustaz Ridwan menambahkan, selain cara yang dipraktekkan oleh Imam Syafi’i, terdapat metode yang lebih modern dalam merajut ukhuwah umat, yaitu memahami perbedaan umat muslim di berbagai belahan dunia. Menurutnya, hal yang paling penting adalah cara setiap muslim saling menghormati perbedaan tersebut. Cara-cara yang sudah disebutkan sebelumnya adalah suatu upaya merajut ukhuwah dan membuka ruang untuk melihat perbedaan, dalam bingkai yang sudah ditentukan syariat.
“Kita tetap berupaya untuk mewujudkan kerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan. Sebaliknya, kita tidak akan bersedia mewujudkan dalam dosa dan permusuhan, meskipun dengan teman dan saudara kita,” ujarnya. (Muhammad Rizal Effendi/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)