Dosen Pendidikan Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ustaz Talqis Nurdianto, Lc., M.A. Ph.D. mengisi ceramah tarawih Ramadan Public Lecture 1445 H di Masjid Kampus UGM, Ahad (17/03). Bertema “Universalitas Al-Quran dari Perspektif Linguistik”, ia menyoroti perdebatan dalam penafsiran Alquran, yang menimbulkan justifikasi bahwa Alquran dikatakan salah.
“Ketika kita menafsirkan Al-Quran dengan (tafsir) yang bukan (dari) linguistik Arab, maka akan terdapat ketidaksinkronan antara kaidah linguistik yang lain dengan linguistik Arab dikarenakan pisau analisis yang digunakan tidak sesuai,” ujarnya.
Ustaz Talqis menyampaikan, Alquran dari perspektif linguistik Arab memiliki keindahan makna. Sebagai contoh, bila Alquran menggunakan istilah nahnu yang berarti adalah “kami”, maka itu kembali kepada Allah ta’ala dan tidak dimaknai sebagai kuantitas (dua atau lebih). Ia menilai, seringkali orang-orang yang melihat dari perspektif linguistik yang berbeda keliru sebab kata nahnu dimaknai dengan nilai-nilai kuantitas dan menganggap Tuhan lebih dari kesatuan atau tak terhingga.
“Tetapi kalau dalam linguistik Arab, Allah menyebut dirinya dengan “nahnu” tidak merujuk kepada kuantitasnya melainkan martabah-Nya atau kedudukan-Nya serta merujuk pada tahzim, di mana Allah memuliakan dirinya,” lanjutnya.
Ustaz Talqis juga mengatakan bahwa konsep universalitas yang disebut di dalam Alquran tidak hanya merujuk kepada universalitas kandungan yang ada di dalamnya saja, melainkan kepada tantangannya pula yang sifatnya universal. Mengutip surah Al-Isra ayat 88 dan surah Hud ayat 13, Ustadz Talqis menjelaskan bahwa Alquran menantang semua makhluk. Tidak hanya manusia yang ditantang, tetapi juga dengan kelompok jin dari lintas zaman dengan mengedepankan kemampuan intelektualitasnya untuk membuat yang semisal dengan Alquranul Karim.
Terakhir, Ustaz Talqis menerangkan mengenai penjelasan Alquran tentang fitrah manusia yang monoteistik. Menurutnya, ini seperti yang telah termaktub di dalam surah Al-A’raf ayat 172, yang menjelaskan tentang perjanjian manusia sebelum dilahirkan ke dunia dengan Allah ta’ala sebagai rabb-nya. (Khirgi Rafimar Athifari/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)