Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, Ir. Yuris Tiyanto, M.M. mengajak jama’ah untuk berefleksi kembali kepada Alquran untuk mengatasi masalah darurat pangan di Indonesia. Salah satu refleksi yang dianjurkan oleh beliau adalah dengan menerapkan konsep Nabi Yusuf dengan sistem pertanian 7 tahun kering dan 7 tahun basah. Berkaca dari konsep tersebut, Yuris menilai perlunya masyarakat mempelajari teknologi produksi dan teknologi benih.
“Dalam Alquran sudah dikatakan, bahwa jika kamu ingin berhasil dalam 7 tahun kering, maka simpanlah sebagian hasil panen dalam bentuk benih,” tuturnya dalam ceramah tarawih Ramadan Public Lecture di Masjid Kampus UGM dengan tema “Dinamika Penanggulangan Krisis Kelaparan di Indonesia”, Jumat (15/03).
Dalam ceramahnya, Yuris menyoroti konsep ketahanan pangan sesuai dengan undang-undang, yang menekankan pada pemenuhan berbagai aspek pasokan dan aksesibilitas pangan. Selain itu, ia juga menyinggung tentang kedaulatan pangan, yang menekankan pada hak suatu negara untuk menjamin pangan bagi rakyatnya berdasarkan sumber daya lokal.
Yuris membahas masalah swasembada pangan, merefleksikan sejarah swasembada Indonesia dalam produksi beras, namun juga menyoroti kondisi kerawanan pangan saat ini, distribusi kemiskinan, dan tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ia juga membahas dampak faktor-faktor global seperti perubahan iklim, inflasi, dan perkembangan ekonomi terhadap situasi pangan Indonesia. Masalah-masalah ini kemudian diatasi oleh pemerintah dengan menerapkan beberapa strategi untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada.
“Kemudian yang kedua, tekanan inflasi juga tinggi Bapak-Ibu, ditambah mulai Oktober kemarin November-December terjadi perubahan iklim yang ekstrim. yang biasanya harusnya hujan tidak hujan. Bahkan di gunung itu saya lihat sendiri Bapak-Ibu Sudah waktunya hujan, hujannya berhenti. Akhirnya padi yang ditanam menjadi mati semua,” katanya menjelaskan.
Oleh karena itu, beberapa langkah yang diambil oleh pemerintah termasuk praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, diversifikasi sumber pangan lokal non-beras. Selain itu, ada pula upaya pencegahan gagal panen, asuransi pertanian untuk petani, perbaikan infrastruktur irigasi, penyediaan benih dan pupuk yang tahan terhadap penyakit, serta inisiatif-inisiatif edukasi untuk adaptasi terhadap perubahan iklim. Ia juga menekankan perlunya kemandirian finansial dan menyarankan pendekatan-pendekatan inovatif, seperti perdagangan karbon dan pemanfaatan lahan-lahan kering dengan menerapkan teknologi pertanian lahan kering.
Secara keseluruhan, Yuris menekankan pentingnya upaya kolektif dan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan, mendorong para hadirin untuk terlibat dalam kegiatan mitigasi krisis pangan. Wacana yang disampaikannya mencerminkan rasa urgensi dan kebutuhan akan solusi yang proaktif dan berkelanjutan untuk mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi ketahanan pangan Indonesia.
Di akhir ceramah, Yuris menyatakan bahwa menjadi saleh di masjid itu mudah. Walau begitu, ia mengajak jemaah untuk “pergi ke pasar-pasar”, atau dalam hal ini turun ke lapangan. (Nur Sa’adah Nubatonis/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Tim Media Masjid Kampus UGM)