Jemaah Masjid Kampus UGM yang rata-rata perempuan tampak berkumpul di Ruang Utama Masjid Kampus UGM, saat Pusat Kajian Keluarga Islam (Sakinah Academy) Masjid Kampus UGM mengadakan Sakinah Public Lecture (SPL) pada Ahad (16/7). Penulis buku “Bekal Pernikahan”, Maulana Umar In’amul Hasan, S.H., M.H., menjadi pemateri pada SPL perdana ini. Kegiatan dimulai pukul 16.00 dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan sambutan dari Kepala Pusat Kajian Keluarga Islam Prof. dr. Madarina Julia, Sp. A(K)., MPH., Ph.D.
Dalam sambutannya, Prof. Madarina menyebut bahwa kebanyakan masalah pada anak dan remaja seperti gizi buruk dan fenomena klithih tidak disebabkan oleh kemiskinan, melainkan masalah pada keluarga. Dengan mengutip sebuah penelitian dari Inggris, beliau menyatakan bahwa anak yang bahagia dapat tumbuh lebih baik, dan itu bergantung pada hubungan dari kedua orang tuanya. “Jadi saya rasa… penting sekali memahami bahwa suami istri itu harus bahagia, supaya bisa menghasilkan anak-anak yang bahagia, dan anak-anak yang bahagia itu juga akan tumbuh lebih baik,” tuturnya.
Oleh karena itu, Prof. Madarina menekankan kepada para peserta akan pentingnya belajar mengenai pernikahan. Hal ini mengingat belum banyaknya kegiatan seperti ini pada masa beliau dahulu. “Kalau zaman saya dulu terus terang belum ada yang begini, jadi menikah itu nggak tahu mau ngapain… tapi mudah-mudahan adik-adik ini lebih siap dari kita dulu,” ujarnya.
Dalam awal pemaparan yang bertema “Urgensi Pemahaman Problematika Rumah Tangga Menuju Keluarga Bahagia”, Umar mengajak peserta melihat beberapa persoalan yang menghinggapi calon pasangan suami-istri (pasutri). Salah satunya adalah niatan menikah yang hanya bermodalkan suka dan kerja, tanpa mempersiapkan hal-hal tanggung jawab yang harus diemban setelahnya, seperti mental dan finansial. “Kebutuhan dari rumah tangga itu jauh lebih besar dari sekedar itu [pacaran], karena kalau misalnya nanti kamu ingin menjaga komitmennya itu kan tidak sekedar bermodalkan “I love you, I miss you“… jadi harus ada (modal) uangnya, juga ada tanggung jawab di sana,” katanya.
Di samping itu, problem yang mengintai calon pasutri adalah belum selesai dengan dirinya sendiri. Misalnya masih tersisanya rasa rindu dengan mantan pasangan atau masih ada masalah pada dirinya yang belum ia temukan. “Orang-orang belum selesai dengan dirinya sendiri, atau belum bisa bertanggung jawab sama diri sendiri,… ketika dia menikah, ketika bertambah tanggung jawab makin repot [dirinya],” ungkapnya.
Umar juga menjelaskan permasalahan yang kerap dialami pasutri yang sudah menikah. Di antaranya ialah perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, ekonomi rumah tangga, komunikasi antarpasangan, hingga intervensi dari orang lain atau media sosial. Dengan menyoroti kasus-kasus perselingkuhan yang ada, ia memahamkan peserta bahwa setiap manusia punya potensi untuk selingkuh, namun kita tetap perlu mewaspadainya. Ia juga mengajak peserta memilih pasangan yang se-kufu (satu pemikiran dan visi), yang mana masing-masing harus memiliki visi yang sama meski jalannya berbeda.
Terakhir, Umar yang juga merupakan kreator konten dakwah ini membeberkan tips-tips mengelola konflik rumah tangga. Mendewasakan diri dengan pengetahuan dan pengalaman orang lain, mencabut akar masalah yang menghalangi istiqomah dengan pasangan, dan mencari lingkar relasi yang baik adalah beberapa di antaranya. Selain itu, ia mengimbau peserta untuk membatasi curhat dan konsumsi media sosial serta berdoa kepada Allah atas segala yang telah diusahakan.
Di sela-sela bahasan, Umar memberikan beberapa kutipan motivasi dalam menentukan pasangan dan menjalani kehidupan dengannya, termasuk kutipan dari K.H. Maimun Zubair rahimahullah yang meyakinkan bahwa Allah lebih mengetahui pasangan yang terbaik bagi setiap orang. Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang cukup intens hingga berakhir sekitar pukul 17.35. (Rama S. Pratama/Foto: Axel Milbarindra)