Untuk kali pertama, Ketua Majelis Ulama Indonesia DIY dan Guru Besar Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. H. Tulus Musthofa, Lc, MA. menjadi pembicara seri kajian rutin terbaru dari Masjid Kampus UGM, Senin (5/6). Bertempat di ruang utama masjid, seri berjudul “Kajian Fikih Kontemporer: Fikih Prioritas” itu dihadiri oleh mahasiswa dan masyarakat yang ingin mempelajari Fikih Prioritas karya Syaikh Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, buku yang menjadi rujukan dalam kajian ini.
Dalam kajian perdana tersebut, Prof. Tulus menjelaskan alasan di balik penulisan buku tersebut. Hal ini, menurut Syaikh al-Qaradhawy, berangkat dari ajaran dan hukum Islam itu sendiri yang dalam berbagai bidang tidak satu tingkatan, baik perintah maupun larangan. Sebagai contoh adalah adanya sifat wajib hingga sunnah, halal hingga haram, serta amalan besar hingga kecil. Selain itu, penyikapan orang soal ajaran Islam saat ini seringkali tidak tepat; seperti ada sesuatu yang didahulukan malah diakhirkan, sesuatu yang besar dikecilkan, dan sebaliknya. “Jadi beliau ingin supaya umat Islam itu meletakkan ajaran-ajaran Islam secara proporsional,” lanjutnya.
Salah satu pembuktian dari kenyataan ini, jelas Prof. Tulus, adalah bahwa Allah ta’ala menciptakan alam semesta berdasarkan perimbangan seperti tertulis pada Q.S. Ar-Rahman: 7-9. Selain itu, seperti termaktub pada Q.S. At-Taubah 19-20, dalam penilaian amal Allah tidak menyamakan orang-orang yang membantu orang yang berhaji dan mengurus Masjidilharam dengan orang-orang yang beriman dan berjihad. Hadits Nabi mengenai 70 tingkatan iman juga disampaikan, menunjukkan ketidaksamaan nilai semua amalan. Prof. Tulus juga mencontohkan berbagai hadits lain yang menunjukkan bahwa ajaran-ajaran dalam Islam tidak satu level nilai, dan perlu kita taruh sesuai tempatnya.
Ketua Umum Ittihaad Mudarrisi al-Lughah al-Arabiyyah (IMLA) Indonesia itu juga melanjutkan bahwa seperti halnya kebaikan, kejelekan pun juga bertingkat-tingkat. Misalnya ada orang yang bakhil (kikir), namun ada pula orang yang paling bakhil seperti orang yang tidak mau mengucap salam. Masing-masing individu manusia pun juga berbeda-beda dan bertingkat-tingkat, namun yang terbaik di antara mereka adalah orang yang bertakwa dan berilmu.
Prof. Tulus juga memaparkan urgensi umat Islam hari ini untuk memahami fikih prioritas. Hal ini, menurut al-Qaradhawy dalam buku tersebut, disebabkan dalam realita timbangan pada kehidupan material dan spiritual sudah terbalik-balik dan tak seimbang. Misalnya kegiatan mengolah fisik lebih diutamakan dibandingkan mengolah spiritual, serta seni dan hiburan yang lebih diutamakan dibanding ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Kajian Fikih Kontemporer: Fikih Prioritas direncanakan akan berlangsung selama satu semester ke depan. Kajian ini dilangsungkan setiap Senin sore pukul 15.30-17.00 di Ruang Utama Masjid Kampus UGM. Peserta dapat mendaftar di tautan s.id/DaftarKFK untuk mengikuti kajian ini dan mendapat beberapa fasilitas, termasuk konsumsi buka puasa sunnah bagi yang berpuasa. (Rama SP)