Manusia kini hidup memasuki zaman 4.0, atau juga bisa disebut zaman serba cepat. Di zaman seperti ini, transisi energi sangat diperlukan untuk meminimalisasi penggunaan energi yang berlebih. Begitu kata Guru Besar Fakultas Teknik UGM Prof. Dr. Eng. Deendarlianto, S.T., M.Eng. dalam ceramah tarawih Ramadan Public Lecture 1444 H bertajuk “Desain Besar Transisi Energi Indonesia” di Masjid Kampus UGM, Senin (17/4) kemarin.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan mengenai definisi transisi, yaitu beralihnya suatu kondisi dari kondisi A ke kondisi B. Maka, transisi energi berarti beralihnya penggunaan energi zaman dahulu yang berbasis fosil di mana ada proses pembakaran di dalamnya, menjadi energi yang terbarukan. “Proses pembakaran menyebabkan emisi CO2 [karbon dioksida] yang tidak sehat, di masa transisi ini kita dipaksa untuk berubah menggunakan energi terbarukan,” sebutnya.
Prof. Deendarlianto menjelaskan ada banyak dimensi yang menyebutkan masyarakat harus bertransisi energi. Dari segi bisnis, dalam skala internasional, sebuah produk tidak akan dibeli jika produk tersebut masih berbasis fosil. Dari segi lingkungan hidup, energi terbagi menjadi beberapa kelas, yakni energi fosil, energi baru, dan energi terbarukan; sedangkan lebih dari 85% energi di Indonesia masih berbasis energi fosil. Dari segi kemasyarakatan, mengenai transisi energi ini perlu untuk diajarkan secara menyeluruh, karena energi terbarukan masih asing di tengah masyarakat awam.
Lanjutnya, sumber daya energi di Indonesia mulai dari surya, angin, bahkan panas bumi sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan. Tantangan terbesar bagi masyarakat Indonesia adalah seberapa besar sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan. Beliau menjelaskan bahwa Indonesia juga sudah siap secara aturan untuk bertransisi, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 bauran energi baru dan terbarukan berada di angka 23% mulai tahun 2025, di mana tahun ini berada di angka 12,5%. “Artinya, dua tahun ini kita harus berusaha mencapai angka dobel. Ini merupakan tantangan besar bagi kita,” sebutnya.
Pada akhir ceramah, Prof. Deendarlianto menyebutkan hal-hal yang bisa masyarakat dan pemerintah kini lakukan untuk mempersiapkan diri bertransisi energi. Pertama, memunculkan sikap hemat energi. Kedua, mengubah standar energi agar masyarakat memiliki akses energi lebih besar. Ketiga, penguatan industri lokal atau UMKM. “Sebagai umat terbaik, peran kita masih ditunggu,” tutupnya. (Hanung Maura Wardani/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Musyarrafah Mudzhar)