Panitia Ramadan Public Lecture (RPL) 1444 H menggelar Mimbar Subuh edisi terakhir pada Kamis (20/4) di Masjid Kampus UGM. Menghadirkan dosen Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ustaz Dr. H. Okrisal Eka Putra, Lc., M.Ag. beliau menjelaskan pelajaran-pelajaran yang diambil dari puasa. Okrisal menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga hal yang diajarkan oleh Allah kepada kita selama Ramadan.
Pertama adalah bersyukur, yang mana manusia diajarkan syukur oleh Allah dengan bisa menahan sesuatu yang halal dan menjauhi sesuatu yang haram. Terkait syukur, Okrisal menjelaskan lebih rinci makna sebenarnya dari syukur. Dalam ceramah bertajuk “Menyongsong Kebahagiaan Idul Fitri: Menjaga Semangat dan Motivasi Selama Berpuasa”, beliau mencontohkannya dengan mengutip sebuah kisah yang diambil dalam kitab akhlak.
“Ada seorang raja [yang] kebetulan suka berburu, punya teman yang selalu bersyukur. Apa-apa disyukuri: jatuh dari pohon disyukuri, ‘syukur bukan dari mobil’, HP-nya hilang, ‘syukur bukan dompetnya yang hilang’. Suatu hari raja mengajak temannya itu berburu, di tengah jalan terjadi insiden di mana raja tidak sengaja menarik pelatuknya sendiri yang mengenai jempol kakinya hingga putus,” ujar Okrisal mengisahkan cerita nikmat syukur antara raja dan temannya.
Ustaz Okrisal melanjutkan, ketika raja kesakitan, teman yang ia ajak berburu menyeletuk meminta untuk bersyukur. “Syukur aja masih ada sembilan jari lagi,” imbuhnya. Mendengar perkataan temannya, raja merasa tersinggung dan memerintahkan agar temannya dimasukkan ke penjara. Singkat cerita, tiga bulan kemudian raja berburu kembali, kali ini bersama prajurit-prajuritnya. Mereka berburu hingga sampai ke kampung yang isinya adalah manusia kanibal. Seluruh prajurit tewas dibunuh orang-orang kanibal, kecuali raja. Raja dibebaskan karena ia dianggap cacat karena memiliki jempol yang putus.
Dibebaskan oleh orang-orang kanibal, raja langsung menuju ke penjara tempat temannya dieksekusi. Raja menceritakan apa yang ia alami tadi. Ia bersyukur jempol kakinya hilang, karena dengan ini ia selamat dari bahaya. Teman raja ikut bersyukur, bukan karena raja selamat tetapi karena tidak ikut berburu. “Syukur dipenjara, soalnya kalau saya tidak dipenjara pasti saya ikut dan karena saya normal pastinya akan dimakan kanibal,” kata Ustaz Okrisal menutup kisah raja dan temannya.
Syukur, Ikhlas, Empati
Dari cerita di atas, Ustaz Okrisal menyimpulkan bahwa sifat syukur adalah sifat yang dimiliki oleh seorang muslim, di mana ia merasa tenang dengan takdir Allah. Okrisal melanjutkan bahwa rasa syukur akan hilang apabila kita menghitung nikmat-nikmat orang lain. Dalam hal puasa, nikmat syukur inilah yang diajarkan oleh Allah. “Syukur ini diajarkan oleh puasa. Bagaimana puasa mengajarkan kita syukur? Allah melatih kita untuk menahan yang halal supaya kita tidak mendekati yang haram,” imbuhnya. Beliau juga menambahkan bahwa sebenarnya syukur itu sederhana: cukup melihat ke bawah, jangan lihat ke atas.
Hal selanjutnya yang diajarkan oleh puasa adalah ikhlas “level langit”. Maksudnya adalah, seseorang melakukan sesuatu ikhlas hanya dirinya dan Allah yang tahu. “Kalau salat orang banyak tahu, karena kita salatnya di masjid. Tetapi kalau puasa, hari ini saya tidak puasa siapa yang akan tahu?,” ujar Okrisal, sembari menjelaskan bahwa tidak mengumbarnya amalan berpuasa merupakan sebuah puncak keikhlasan.
Pelajaran terakhir puasa yang dipaparkan Ustaz Okrisal adalah belajar untuk merasakan kesusahan orang lain. “Kenapa Allah menyuruh kita berpuasa, yaitu untuk [belajar] kesusahan. Kalau kamu ingin merasakan lapar maka kamu harus lapar, kata Allah,” pungkasnya. Terkait ini, Ustaz Okrisal pada kesempatan ini juga mengutip kisah Khalifah Umar bin Khattab yang bertemu dengan wanita yang memasak batu untuk menyenangkan anak-anaknya yang sedang kelaparan. Kisah ini mengajarkan untuk tanggap dan peduli atas kesusahan orang-orang di sekitar. (Yahya Wijaya Pane/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Gembong Hanung)