Memasuki minggu ketiga bulan Ramadan, Masjid Kampus UGM kembali menghadirkan pembicara Ramadan Public Lecture untuk membahas isu-isu kebangsaan. Pada Ahad (3/4), Guru Besar FEB UGM, Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc Sc., Ph.D menyampaikan ceramah bertema “Menakar Resiliensi Sistem Ekonomi Nasional di Tengah Ancaman Resesi Global”. Menurutnya pandemi menjadi momentum di mana ketimpangan dan ketidakadilan semakin kentara sehingga dibutuhkan sistem ekonomi nasional yang inklusif.
“Kita sedang mencoba menggali terus-menerus apa yang disebut dengan ilmu ekonomi kerakyatan. Bukan ekonomi konvensional, bukan ekonomi yang selama ini bisa mengatasi persoalan tapi menyisakan apa yang disebut ketidakadilan,” terangnya. Ia melanjutkan bahwa ketidakadilan ini tercermin dari 1% orang kaya di Indonesia yang menikmati “kue” dari krisis akibat pandemi. Sistem ekonomi kerakyatan kemudian menjadi tepat untuk diimplementasikan karena bersumber dari nilai-nilai demokrasi dan Pancasila, termasuk untuk merespons resesi global.
Mengenai ancaman resesi global, ia menyebutkan bahwa tensi geopolitik akan mempengaruhi, misalnya, stabilitas rantai pasok (supply chain) yang semula terbuka menjadi tertutup. Akibatnya, negara dihadapkan pada risiko kelangkaan (scarcity) sumber daya. “Itu [kelangkaan] dimulai dengan Perang Rusia-Ukraina yang menciptakan disrupsi suplai global, termasuk energi dan harga komoditas pangan. Itu semuanya terdisrupsi yang mengakibatkan barang itu langka secara global, regional, nasional, maupun lokal,” jelas guru besar yang sekarang menjabat sebagai Staf Khusus Kementerian Perhubungan itu.
Wihana juga mengapresiasi langkah pemerintah ketika merespons pandemi Covid-19 melalui inovasi berupa dana cadangan atau buffer stock. Menurutnya, langkah ini cukup berhasil dalam memberikan bantuan finansial di berbagai sektor yang terdampak akibat pandemi. Inovasi semacam ini sangatlah dibutuhkan. “Pengalaman krisis global akibat pandemi membawa kita untuk berpikir lebih kreatif dan inovatif untuk memilih satu paradigma, supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang berulang,” imbuhnya.
Terakhir, Wihana mengimbau mahasiswa untuk terus menggali sistem ekonomi kerakyatan yang mengakar di UGM. Ia berujar bahwa penting untuk menemukan inovasi-inovasi yang melampaui paradigma formal, yakni paradigma informal. Salah satu yang ia soroti adalah modal sosial berupa trustworthiness atau kepercayaan. “Antar kita saling percaya bahwa kebijakan itu baik untuk mengatasi persoalan krisis ekonomi. Jika tidak nanti tidak ada trust [rasa percaya] dari masyarakat, kebijakan hanya dinikmati oleh segelintir kelompok,” pungkasnya. (Gembong Hanung/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Yahya Wijaya Pane)