Sejak dahulu, peradaban selalu muncul di suatu wilayah dan pasti menyisakan peninggalan. Peradaban sendiri erat kaitannya dengan kebudayaan dan kemajuan pembangunan atau industri. Demikian disampaikan oleh Dr. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 dalam ceramah Ramadan Public Lecture bertajuk “Islam dan Harmonisasi Peradaban Dunia” di Masjid Kampus UGM, Jumat (31/3).
Ilmu pengetahuan dan ekonomi menjadi unsur utama sebuah peradaban, menurut pria yang akrab disapa JK ini. Peninggalan-peninggalan peradaban kuno tak lain dibangun dengan ilmu pengetahuan serta kebudayaan pada zamannya. Akan tetapi, tak ada peradaban yang panjang umur. Pada suatu masa peradaban mengalami penurunan, bahkan keruntuhan.
Beliau mencontohkan peradaban Islam, di mana pada masa Khalifah Abbasiyah, Umayyah, hingga Utsmaniyyah peradaban Islam mencapai kegemilangannya. Namun, setelah itu peradaban Islam meredup dan sebaliknya, peradaban Eropa mulai menggeliat: teknologi baru diciptakan dan ilmu pengetahuan berkembang pesat. “Kenapa meredup? [Karena] terjadi konflik antara kita, para raja, kekuasaan. Peradaban jadi menurun,” lanjutnya.
Kondisi tersebut berlangsung sampai sekarang. Banyak negara Islam berperang satu sama lain, di antaranya Irak dengan Iran, Arab dengan Yaman, dan Suriah dengan Turki. Padahal secara ekonomi menurut JK, negara-negara Islam merupakan produsen minyak terbesar di dunia yang seandainya penghasilan tersebut tidak untuk membeli senjata, negara Islam akan menjadi negara yang besar dan kaya.
Kekayaan suatu negara merupakan rahmat Allah yang patut dimanfaatkan untuk kemakmuran bersama. Sayangnya negara Islam tidak dapat melihat kebermanfaatan minyak untuk penduduknya. “Bayangkan kalau tidak ada konflik di negara Islam, saya kia akan menjadi negara yang kaya di dunia,” terang JK.
Anjurkan Kuliah Kewirausahaan
Indonesia merupakan negara Islam yang kaya dan beruntung tidak terlibat perang. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi untuk peradaban Islam dapat diwujudkan dengan menanamkan semangat kewirausahaan (entrepreneur), khususnya dalam diri anak muda. Jusuf Kalla menyayangkan ketika setiap tahunnya terdapat hampir satu juta sarjana, 30% mendaftarkan diri sebagai PNS dan lainnya penuh tanda tanya. “Ke mana sisanya?” tanyanya. Dia mendorong agar sarjana banyak yang menjadi pengusaha. Dia menganjurkan pengadaan mata kuliah entrepreneurship di semua program studi universitas.
Menurutnya, peradaban maju tak bisa lepas dari kondisi perekonomian yang maju pula yaitu dengan memadukan ilmu pengetahuan dengan kekayaan yang ada. Dengan menjadi pengusaha, seseorang tak hanya memberi manfaat kepada negara, tetapi juga kepada sesama yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan. “Walaupun kaya, tapi tidak ada yang punya semangat enterpreneur, kekayaan itu akan hilang dan ilmu tidak akan bermanfaat,” papar JK.
Semangat kewirausahaan, menurutnya, sudah dicontohkan oleh Rasulullah. Sejak umur 13 tahun Rasulullah sudah berniaga sampai umurnya mencapai 40. Sunnah Rasul tersebut menunjukkan salah satu bentuk ibadah selain salat.
JK juga menjelaskan hadis yang bercerita tentang pertemuan Rasulullah dengan seorang yang setiap waktu beribadah di masjid. Rasul bertanya kepada orang tersebut, dari mana ia mendapatkan penghasilan? “Ia menjawab, ‘Yang menjamin adalah saudaraku.’ Rasul pun bersabda, ‘Kalau begitu yang masuk surga nanti saudaramu, bukan kamu,’ ” tandasnya. (Musyarrafah Mudzhar/Editor: Rama S. Pratama/Foto: Muhammad Iqbal Zaky Hussaini, Fadhila Shafa)